Ilustrasi Tempo.co |
Pengurus LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah
Al-Imam Abu Hamid Muhamad bin Muhammad Al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumiddin mengatakan bahwa peran pokok manusia sebagai khalifah di dunia ada empat macam. Di mana manusia tidak akan mampu menciptakan sebuah peradaban tanpa keempat macam peran itu.
Keempat macam peran itu adalah (1) Az-Zira’ah (pertanian), (2) Al-Hiyakah (industri tekstil), (3) Al-Bina’ (pembangunan), dan (4) As-Siyasah (politik). Selain keempat peran tersebut, apa yang menjadi karya manusia di dunia hanyalah pelengkap saja.
Keempatnya menjadi penting karena memenuhi dan mengatur kebutuhan pokok kehidupan manusia di dunia. Az-Zira’ah (pertanian) memenuhi dan mengatur kebutuhan pangan manusia. Al-Hiyakah (industri tekstil) memenuhi kebutuhan sandang. Al-Bina’ (pembangunan) mengatur dan melayani kebutuhan tempat tinggal (papan). Sedangkan politik memenuhi dan mengatur kebutuhan sosial untuk keberlangsungan semua hal di atas.
Dari kesemua peran di atas, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa peran politik adalah peran yang paling mulia. Hal ini karena dengan peran politik, manusia dapat memiliki wewenang untuk menjaga, mengatur dan menegakkan kebaikan bagi semua peran pokok manusia di atas.
Selanjutnya Imam Al-Ghazali membagi peran politik kepada 4 (empat) tingkatan yaitu (1) peran politik para nabi yang memberikan pelayanan lahir dan batin kepada semua kalangan umat, (2) peran politik para penguasa (raja, sultan, khalifah, presiden) yang memberikan pelayanan lahiriyah kepada semua kalangan umat, (3) peran politik para ulama yang memberikan pelayanan batiniah (ilmu dan agama) kepada semua kalangan masyarakat, dan (4) para muballigh yang memberikan pelayanan ilmu dan agama kepada kalangan masyarakat awam saja.
Dari keempat peran tersebut, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa yang paling mulia setelah peran para nabi adalah peran para ulama. Hal ini karena telah dinyatakan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi. Demikian ini karena telah dibuktikan bahwa para ulama telah mendidik masyarakat dan membersihkan hati mereka dari akhlak tercela dan menunjukkan kepada akhlak yang baik.
Ringkasnya, Imam Al-Ghazali meletakkan posisi para ulama sebagai paling mulia setelah nabi karena peran politik kebangsaan mereka dalam membangun karakter manusia yang luhur. Di mana dengan karakter luhur tersebut akan menjadi insan yang berbudi luhur dan mampu menjadi pemimpin bangsa yang baik.
Disinilah urgensi peran politik yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama sepanjang sejarahnya di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni menjaga keseimbangan dan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menciptakan masyarakat yang damai dan kepribadian luhur. Kepribadian yang dapat diterima oleh siapapun termasuk masyarakat dunia.
Karakter tawasuth (tengah-tengah), tawazun (seimbang), i’tidal (adil) dan tasamuh (toleran) menjadi sikap yang selalu dikembangkan oleh Nahdlatul ulama melalui peran politik para ulamanya yang memberikan pelayanan batiniah (ilmu dan agama) kepada semua kalangan masyarakat.
Selamat Harlah NU yang ke 96, selamat atas dilantikya pengurus Nahlatul Ulama Ranting Karangtalok masa hidmah 2019-2024 semoga amanah, barokah dan dapat memberi tauladan dan manfaat lebih luas terhadap ummat.
Tambahkan Komentar