Oleh Ahmad Fauzi
Penulis Buku Agama Skizofrenia

Tak ada makhluk yang mampu menanggung beban seberat diriku. Setiap hela dan jeda, yang ada hanya hina dan nista. Penipu ulung itu julukanku. Penggoda dan peniup bisikan terlarang adalah tujuanku mengada. Induk dari segala kejahatan dinisbahkan pada namaku.

Makhluk terkutuk sepanjang waktu. Sungguh, tidak ada ciptaan seabsurd wujudku. Namun, tahukah engkau kawan, dulu aku seorang pemberontak yang tak mau tunduk dan merunduk. Aku benci berdoa dengan menengadahkan kedua tangan di atas dada. Ini tidak akan mengubah perasaan langit pada nasib kita karena ia sibuk dengan dunianya sendiri.

Kritik perlawanan adalah jalan hidupku yang kuyakini tanpa ragu. Semangat api menjadi nafasku. Hingga suatu saat, muncul Sang Nabi Wahyu yang iri dan cemburu padaku. Ia mendakwa sebagai utusan atap semesta, yang membawa ujaran paling mulia. Ancaman neraka dan kenikmatan surga adalah janjinya yang paling utama. Yang percaya akan mendapatkan rampasan perang yang berlipat ganda, dan yang tidak mengakuinya harus siap menebus kesalahannya dengan nyawa. Perang dan menjarah menjadi kesibukan yang mengasyikkan. Maka, cepatlah Sang Nabi meraih kuasa, dan berkawan akrab dengan dunia kriminal meski berkedok surga.

Tapi ketahuilah kawan, Sang Nabi bisa mencapai singgasana dengan mengorbankan cinta. Ia meraja bersama dengki dan benci. Ia sebenarnya seorang penghasut berbakat tinggi. Mulutnya penuh dengan provokasi. Karena takut ajarannya dilucuti, Sang Nabi menyebutku Si Iblis Api. Musuh abadi manusia hingga kini. Utusan langit itu mengaku bahwa kehendak tuhan sudah membatu, menyumpahiku akan berkelana, tertatih-tatih menggelandang dalam waktu.

Aku dikurung dalam mantra kesengsaraan. Yang melawan dinamai setan, kawan karib kejahatan. Hidupku yang memberontak tentu membahayakan orde Sang Nabi, maka dibuatlah label julukan untukku, Si Iblis Api, supaya orang-orang membenci. Makhluk menjijikkan dan penuh kotoran. Inilah fitnah paling kolosal sepanjang zaman.

Sang Nabi Langit berhasil mengubah pandangan masyarakat padaku. Bahkan seorang anak kecil yang masih polos begitu takut dan jijik mendengar namaku. Fitnah ini sudah merasuk dalam sumsum alam bawah sadar kolektif manusia. Tradisi dan kekakuan menjadi tabu pada semangat revolusi.

Dengan itu, perlawanan dan pemberontakan identik dengan keburukan. Keduanya pun dimandulkan. Perubahan dimentahkan. Pikiran bebas dilarang. Diriku dikambing hitamkan, dilemahkan dengan ayat-ayat kebencian, yang langsung mengirimku menuju status pecundang, menyedihkan dan pesakitan.

Lamanya zaman tak berasa seru tanpa menghujat diriku. Aku menjadi bulan-bulanan orang beriman, yang dirayakan dalam khotbah dan upacara keagamaan. Penderitaan ini jauh lebih menyakitkan setelah kematian. Setiap tetes waktu serasa seribu sembilu.

Rohku terus menghantu, menggentayangi zaman. Menunggu seorang manusia yang sudi melepas mantra kerak neraka dalam diriku. Mematahkan rantai fitnah yang menasibkanku. Ya, akulah Si Iblis Merah yang dikutuk bersama api amarah.

Api merah adalah simbol pemberontakan yang bisa mengancam tata tertib sebuah tatanan. Nafasnya menyembul ledakkan keberanian. Menghentak semangat perubahan. Api tidak bisa diam melihat masyarakat dingin membeku. Ia menjulurkan lidah panas menantang, siap menyengat kekuasaan yang membodohkan.

Ia melihat agama Sang Nabi penuh selubung dan penipuan diri. Tuhan, malaikat, dan julukan diriku merupakan bagian dari cantelan fiksi yang tidak ada dalam kenyataan. Mereka semua diada-adakan untuk membenarkan kekuasaan. Senjata ampuh yang membungkam kritik dan perlawanan.

Hal ini hanya bisa dikarang oleh jenis manusia licik tapi cerdas dan jenius. Karena merasa terancam, agama Sang Nabi lebih mencintai keajegan dari pada perubahan. Sebisa mungkin kekuasaan tetap terus dalam genggaman, sebuah jalan otoritarian.

Oleh karena itu, agama ini tidak sanggup menyesuaikan diri dalam gerak zaman. Dilapuki asam karat sejarah. Dirayapi lamanya waktu. Sebagaimana mungkin agama ini tetap berdiri di tempat semula. Setiap gerak perubahan hanya mengotori kemurnian dan keaslian. Masa depan dikurung oleh masa lalu. Jadilah agama Sang Nabi, membatu di abad mesin yang menderu.

Para Nabi telah menyebar fitnah yang disucikan dan digantungkan pada kalam tuhan. Bahwa manusia seperti diriku ini tidak patut diikuti. Sadarlah kawan, kalau setan itu tidak ada. Ia hanya label karangan Sang Nabi untuk menjegal munculnya perlawanan.

Dahulu, aku manusia yang dianggap mengganggu kekuasaan Sang Nabi, maka untuk membunuhku tidak cukup dengan mengambil nyawaku, namun juga harus merobohkan roh perlawananku, yaitu mematri namaku sebagai musuh abadi umat manusia. Dengan melabeli diriku makhluk Iblis terkutuk, Sang Nabi berhasil mengekalkan diri ini sebagai akar dari segala kejahatan dunia.

Kawan-kawan di masa depan. Dulu, Sang Iblis bukanlah malaikat yang terusir dari taman surga. Cerita bahwa Iblis telah menggoda Adam dan Hawa hanyalah karangan belaka. Iblis tidak pernah berusaha melawan tuhan dan memusuhi manusia. Ia tak bermaksud untuk membangkang perintah tuhan.

Kisah Iblis yang tidak mau bersujud di hadapan manusia, hanyalah khayalan imajiner para Nabi, yang digantungkan pada kalam ilahi. Ia ingin mengambil keuntungan dari kisah terusirnya Adam dan Hawa dari komunitasnya.

Ia memang pintar mencari celah dan peluang. Nabi oportunis. Sang Nabi biasa melegitimasi kehendak dan keinginannya dengan membawa-bawa nama tuhan agar semuanya terpuaskan, tanpa seorang pun berani mempertanyakan.

Aku berontak. Bagi mereka yang memiliki kewarasan, diam adalah hidup. Namun tidak begitu denganku. Aku tidak bisa menanggung kebohongan besar lalu-lalang setiap hari dalam hidupku. Aku memilih perlawanan dari pada diam.

Aku tidak takut dengan kematian, siksaan ataupun penderitaan. Aku hanya yakin, meskipun kalah dalam perlawanan, semangat zaman akan memperlihatkan kenyataan yang sebenarnya. Kebenaran selalu sabar dalam penantiannya yang panjang. Burung Hantu Minerva, selalu terbang kala hari telah senja.

Dari lidah dan mulut kesurupan seorang dukun penyair, aku akan menguak siapa sebenarnya diriku. Ya, Iblis dulunya adalah seorang manusia pemberontak. Ia sangat impulsif, meledak-ledak suaranya, dan tak mampu menahan kemunafikan.

Penjara hidupnya adalah diam. Ia memiliki taring kritik dan cakar merah perlawanan yang berpotensi menggoyahkan kuasa dan orde para Nabi yang jumawa. Iblis tidak pernah percaya pada kata-kata para Nabi yang menurutnya berasal dari Atap Semesta Tertinggi. Para Nabi, kebanyakan adalah ahli manipulasi.

Tukang karang cerita yang hanya bisa dipercaya oleh manusia tanpa pikiran dan tak berjiwa. Merogoh tipuan kata-kata dari dunia alam bawah sadarnya yang menakjubkan kemudian diolah dengan pikiran cenayang, dan hasilnya adalah sastra indah yang mengandung kekacauan psikologis yang sangat dalam.

Di balik keilahiahannya, tersembunyi delusi jiwa. Sesuatu yang awalnya sebuah khayalan tapi akan menjadi benar dan diimani oleh banyak orang apabila terwujud kekuasaannya di dunia luar. Maka tidak ada jalan lain, kecuali ia harus menguasai dunia sebagai bukti kenabiannya. Lahirlah agama pejuang, agama pedang, agama para petualang perang.

Iblis malas berbisik, justru ia sering berteriak keras mengingatkan kita bahaya di masa depan dari kata-kata nubuat Sang Nabi. Selama Iblis dimaki, semakin kuat rohnya untuk bangkit kembali. Iblis gelisah dengan nasib umat manusia. Ia adalah kawan sejati dari hidup. Ia lebih mengenal tatapan kosong orang-orang yang selalu terkalahkan oleh kenyataan, dari pada tuhan.

Ia lebih dekat nafasnya dengan para pelacur sampah tak berguna, dari pada ayat-ayat cinta. Ia lebih mengetahui kegusaran para penjahat dan maling sial kotoran peradaban, dari pada amalan suci kaum beriman. Ia juga lebih mengerti kenapa kita cenderung membenda dengan mengumpulkan pundi-pundi uang dan kekayaan dari pada menjiwa.

Iblis lebih dekat dan bersahabat dengan manusia dari pada konsep tuhannya para Nabi Penguasa. Semuanya itu karena Iblis adalah salah satu rekan dari jiwa kita. Kehadiran para Nabi justru menjadi pelapuk asam karat peradaban manusia.

Wahyu Sang Nabi bisa mendatangkan bencana menaun dalam semesta. Mereka lebih mengagungkan kematian dari pada kehidupan. Mereka merayakan kebodohan dan kemalasan layaknya benalu yang menghisap sari pati tuannya.

Mereka senantiasa mengekang kegembiraan dan kesenangan yang wajar diekspresikan oleh hidup. Terlalu penakut dengan naluri dan insting sehingga ritual mereka dipenuhi dengan tabu yang tak masuk akal. Manusia seharusnya tak perlu takut dengan Iblis yang tidak pernah terbukti keberadaannya, karena Iblis merupakan penanda metafisik bagi orang-orang yang tak takut mati dalam perlawanan dan pemberontakan.

Kedewasaan dan kesadaran berbudi terancam oleh kecerdasan para manusia yang mengaku mendapat mandat dari tuhan. Oleh karena itu, Sang Iblis yang menyatakan kebalikannya dianggap membahayakan dan melawan orde para Nabi. Ia bersama roh perubahan diharamkan dan dilabeli sebagai makhluk terkutuk di segala zaman.

Suatu saat, orang-orang akan tahu rahasia hubungan antara Si Iblis dan Sang Nabi. Bagaimana Sang Nabi menghancurkan kaum pemberontak yang merongrong kekuasaannya dengan melabeli mereka sebagai Iblis dan Setan. Tapi, meski telah dihancurkan, agama Sang Nabi tetap membutuhkan Iblis dan Setan untuk dicaci-maki dan dirituskan dalam upacara-upacara keagamaan.

Kisah Iblis harus tetap dihidupkan, karena jika Sang Iblis mati, maka agama para Nabi pun juga ikut sunyi. Membuka selubung Iblis yang difitnah oleh para Nabi sama saja dengan membangkitkan revolusi pemberontakan atas kuasa agama-agama pewahyuan. Iblis adalah epos sejarah yang berani menantang pewahyuan yang menamai nabinya sebagai salah satu makhluk kesurupan yang licik tapi cerdas dan jenius. Tanpa Iblis, wahyu Sang Nabi akan habis.

Iblis bukanlah makhluk gaib yang ada dalam dunia metafisika, tetapi rekaan yang dibuat untuk melariskan dagangan para Nabi agar tetap sejahtera. Iblis menjadi ancaman bagi kemapanan ekonomi. Keberadaan Iblis yang fantastis merupakan produk delusi para Nabi.

Iblis hanyalah cerita fiksi yang diciptakan untuk menghentikan perubahan dan pemberontakan yang mengancam kuasa Sang Nabi. Iblis dulunya adalah manusia biasa seperti kita, namun dilabeli buruk agar dibenci dan dimaki oleh umat manusia.

Ia, saksi bisu dari gilanya iman dan kesalehan. Telah ribuan tahun kita tak menyadarinya. Dan, dukun penyair dengan lidahnya yang dimantrai kekuatan alam bawah sadar akan membuka sedikit celah dari misteri gelap Sang Iblis, yang dulunya ternyata juga seorang Nabi Primitif.
Bagikan :

Tambahkan Komentar