Oleh Lina Zakiyatul Muniroh

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh umat manusia untuk mencapai suatu perubahan. Tujuan pendidikan adalah untuk merubah sikap, perilaku, cara pandang, cara berfikir dan bersosialisasi dengan makhluk lain. Itu semua merupakan idealitas dari suatu output pendidikan secara umum, begitu pula idealitas Pendidikan Agama Islam.

Berangkat dari pernyataan di atas, perlu adanya suatu pemikiran kembali tentang esensi dari Pendidikan Agama Islam supaya PAI merupakan pendidikan yang mampu menghantarkan para peserta didiknya untuk menyelesaikan berbagai problematika hidupnya. Untuk itu baik kurikulum, materi, dan metode pembelajaran harus mengalami reformasi penampilan dalam pendidikan dan pembelajaran PAI supaya mampu mencerahkan peserta didik dalam berbagai wajah kehidupan.

PAI Kurang Menarik
Agama Islam diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT adalah sebagai rahmat bagi semua umat manusia, bukan sebaliknya. Demikian juga pendidikan agama yang merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi, begitu pula dengan pendidikan agama Islam yang dijejalkan kepada setiap siswa mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Adapun sebab-sebab yang mempengaruhi PAI relatif kurang menarik, karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi di antaranya adalah Performance Guru Pendidikan Agama Islam kurang menarik, sehingga saat GPAI masuk ke ruang kelas bukanya menjadi refresher (penyegar), cooler (penyejuk), dan motivator (pendorong), peserta didik, tetapi resentfuler (penyebal/nyebelin) peserta didik.

Ditinjau dari kurikulum, kurikulum PAI tidak dapat mencapai sasaran. Hal ini disebabkan karena banyaknya materi yang harus dijejalkan kepada anak didik dalam kurun waktu yang sangat singkat, materinya hanya berorientasi pada ranah kognitif dan hafalan serta kurang menekankan pada ranah afektif dan psikomotor. Kurikulumnya tidak mengacu padakondisi social (social planing), sehingga tujuan kurikulum yang merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan tidak sesuai dengan realita yang ada. Sementara kurikulum merupakan sesuatu yang akan dicapai oleh peserta didik melalui proses pendidikan.

Ditinjau dari metode pengajaran dan pembelajaran yang dipakai adalah mayoritas GPAI masih istiqomah menggunkan metode pengejaran lama yang hanya sekedar mengulang-ulang materi pelajaran sampai hafal. Metode pendidikan agama di sekolah-sekolah selama ini dipandang melalui aspek nilai dalam bentuk angka, tidak dipandang bagaimana peserta didik mengamalkan pengetahuanya dalam dunia nyata. Guru kurang mampu mengembangkan kreatifitas materi pendidikan agama yang dipublikasikan sesuai dengan situasi murid.

Mengapa PAI Kurang Mencerahkan?
Pertanyaan tersebut merupakan suatu pertanyaan yang sering telontar oleh para pengamat pakar pendidikan. Hal ini terjadi karena, munculnya berbagai prilaku kriminalitas yang dilakukan oleh para remaja (anak seusia sekolah menengah), misalnya, pemalakan, tawuran, pergaulan bebas, bunuh diri, pencurian dan kenakalan lain yang mengaruh kepada perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama khususnya Agama Islam. Selain dari itu pula, sering terjadi dari angapan mayoritas peserta didik, bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang tidak penting dan tidak mendukung masa depanya dan tidak mempengaruhi kelulusan, meskipun mendiknas saat ini menyampaikan,  bahwa salah satu kriteria penentu kelulusan adalah budi pekerti dan akhlak mulia.

Sebagaimana kata Sudarwan Danim yaitu penjejalan materi-materi yang ada dalam Pendidikan Agama Islam untuk bisa diterima oleh peserta didik tanpa mengetahui maksud dari materi dan tujuan materi tersebut untuk kehidupan peserta didik pada masa mendatang dan mampu tidaknya anak didik terhadap materi tersebut. Maka tidak begitu salah, bila PAI belum mampu mencerahkan peserta didik.

Kajian PAI pada sekolah umum bersifat kabur tidak memiliki jati diri yang jelas. Sebagaimana pendapat al-Kailani yang dikutip oleh mahmud arif, bahwa kajian pendidikan Islam masih bercorak deskriptif, normatif, dan adoptif, serta dalam bayang-bayang “Barat Sentrif” atau sebaliknya,”Salaf Sentris”.

Kurikulum dan Materi PAI di Sekolah Yang Mencerahkan
Pencerahan terhadap kurikulum dan materi dewasa sangant diperlukan, kenapa demikian. Kenyataanya yang ada, anak sudah belajar Pendidikan Agama khususnya PAI, tetapi bekas dari pembelajaran dan pendidikan tersebut tidak mmpengaruhi sikap dan perilaku anak pada masa mendatang. Bahkan sebaliknya, sering terjadi kenakalan di kalangan remaja.

Pendidikan Agama Islam harus mengacu kepada social planning sebagaimana esensi pendidikan adalah merupakan sebagai usaha pengupayaan ke arah perubahan-perubahan perilaku yang lebih baik. Meniscayakan adanya perubahan-perubahan sebagaimana yang diinginkan, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan oleh suatu lembaga pendidikan sekolah, sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan itu sendiri. perubahan yang dimaksud ditentukan pada penuansaan progresivitas humanitas, baik konteks hubungan dirinya dengan masyarakat, alam maupun Tuhanya.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Guru PAI dalam rangka mencapai kurikulum dan materi PAI yang mampu mencerahkan serta memecahkan problem sosial diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Materi yang disampaikan kepada peserta didik berorientasi pada penekanan norma dan etika agama untuk membentuk perilaku sosial keagamaan dan pemecahan problem sosial masyarakat. Kedua, kurikulum yang disusun oleh Guru PAI harus berbasis kepada realitas sosial.

Ketiga, Guru PAI harus mau dan mampu mendokrinasi peserta didik, agar norma agama menjadi pedoman dalam berperilaku dan bertindak dalam masyarakat. Keempat, Materi PAI berorientasi pada pembentukan sikap peserta didik untuk menjadi kader pembangunan yang beragam, baik dalam lingkup kecil atau besar. Kelima, Materi dan kurikulum PAI berorientasi pada realitas sosial yang dialami oleh peserta didik atau yang terjadi atau sekiranya akan terjadi pada masa mendatang.

Diperlukan adanya reformasi pendidikan agama Islam, supaya PAI merupakan mata pelajaran pada sekolah umum pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, yang menjadi materi dan kajian yang sangat diperlukan karena memberikan pencerahan dan mampu menyelesaikan berbagai problematika hidup yang dihadapinya.

-Penulis Mahasiswi STAINU Temanggung
Bagikan :

Tambahkan Komentar