Cnn
Oleh Adib Faizi
Jurusan Ilmu Administrasi Publik Universitas islam malang

BSI merupakan perusahaan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) eksploitasi produksi sejak 2012, dengan konsesi 4.998 hektar. Ia anak perusahaan PT. Merdeka Copper Gold, TBK. Selain itu, Merdeka Copper Gold juga memiliki anak perusahaan bernama PT. Damai Suksesindo (DSI) yang melakukan eksplorasi di blok Gunung Salakan dengan konsesi seluas 6.623,45 hektar. Kedua perusahaan ini ada di satu kecamatan sama, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Berdasarkan dokumen IUP Operasi Produksi yang diterbitkan Bupati Banyuwangi, Abdulah Azwar Anas, total luas konsensi tambang PT BSI sebesar 4.998 hektar. Dari total luas tersebut, sebanyak 1.942 hektar merupakan kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Amanat Undang-Undang Kehutanan No 41 Tahun 1999, yang salah satu poinnya melarang adanya pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung ‘kalah’ dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan (saat itu) dengan No. 826/MENHUT-II/2013, yang ‘menurunkan’ status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu menjadi Hutan Produksi.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi Jawa Timur sebetulnya telah menetapkan wilayah selatan Jawa, termasuk Jawa Timur sebagai kawasan rawan bencana tsunami. Dengan adanya pembongkaran gunung melalui aktifitas pertambangan emas PT BSI, selain berpotensi merusak keseimbangan ekosistem kawasan, juga sebagai tindakan kontradiktif Negara terhadap upaya menurunkan resiko bencana di Indonesia.

Selain itu pertambangan ini juga mengabaikan kepentingan rakyat. Beberapa kali terjadi demo warga sekitar pertambangan dan berakhir penjara bagi penggeraknya, dengan alasan mengancam atau mengganggu aktivitas pertambangan. Namun bagaimana segerombolan orang akan melakukan demo atau unjuk rasa jika tidak dilatar belakangi kerugikan oleh pemerintah setempat maupun pertambangan. Warga banyak menolak karena khawatir.
Bagikan :

Tambahkan Komentar