Semarang, TABAYUNA.com – Belajar Online Bersama Ma’arif pada pertemuan ke-6, Lembaga Pendidikan Ma’arif PWNU Jawa Tengah mengangkat tema menarik, yaitu “Manajemen Perubahan Madrasah/Sekolah Inklusif” yang digelar Kamis (28/5/2020) yang dimulai pukul 09.00 WIB.

Kegiatan webinar ini mendapuk narasumber Supriyono, S.Pd.I, M.Pd yang merupakan Trainer Inklusi LP Ma'arif PWNU Jateng dan Kepala MI Ma'arif Keji Ungaran Barat Kabupaten Semarang dan M. Niamil Hida Fasilitator Inklusi LP Ma'arif PWNU Jateng dan Kepala Madrasah Inklusi Kabupaten Pekalongan. Kegiatan ini dimoderatori Miftahul Huda, S.Pd.I yang diikuti peserta dari berbagai daerah.

Penyelenggara mencatat, ada peserta dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Dompu Nusa Tenggara Barat, Bulengleng Bali, Kolaka Sulawesi Tenggara, juga dari unsur akademisi yaitu UIN Walisongo, IAID Ciamis, UNSIQ Wonosobo, STAINU Temanggung, Untidar Magelang dan nahdliyin serta guru, pengawas maupun kepala madrasah/sekolah Ma’arif. Ada juga peserta dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri, SD Negeri, MAN, dan beberapa lembaga pendidikan swasta. Hadir juga Supriono Subakir konsultan pendidikan Unicef yang menjadi bagian dari peserta.

Narasumber pertama, Niamil Hida berbagi pengalaman memulai pendidikan inklusi di madrasahnya, yakni MI Kranji Kabupaten Pekalongan. Suka duka diawal mengelola madrasah yang menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) dirasa lebih banyak dukanya. Namun karena dorongan yang kuat agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat merasakan layanan pendidikan di madrasah reguler itulah yang membuat tim madrasah tetap bersemangat mengasah kemampuan belajar dari banyak pihak. “Waktu itu belum ada pelatihan-pelatihan seperti yang dilakukan LP Ma’arif Jawa Tengah saat ini, sehingga kami mengikuti kegiatan di beberapa daerah yang mengadakan pelatihan tentang penanganan ABK” tuturnya.

Nara sumber berikutnya, Supriyono menjelaskan mengenai berbagai regulasi terkait implementasi pendidikan inklusi, layanan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) di madrasah/sekolah inklusi, indentifikasi dan asesmen, pembuatan profil, PPI, RPP inklusif, dan penilaian. “Bapak ibu jangan melihat seberapa siap secara fisik bangunan dan peralatan yang dimiliki madrasah atau sekolah, yang penting siapkan dari sisi layanan, sementara yang lain bisa dipenuhi sambil berproses” pesannya kepada peserta daring.

Beberapa pertanyaan peserta muncul seputar bagaimana mengawali menuju madrasah dan sekolah inklusi. Seperti yang disampaikan Muhasir dari MI Al Faat Dompu Nusa Tenggara Barat, “di tempat kami belum ada sekolah inklusi, sementara SLB yang jaraknya sekitar 20 km dan memberatkan wali murid mengantarkan anaknya ke SLB. Bagaimana cara menjadi madrasah inklusi dan cara menangani ABK?” tanyanya.

Koordinator Program Pendidikan Inklusi yang sekaligus wakil ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Fakhrudin Karmani mempersilahkan peserta untuk tetap menjaga komunikasi melalui WA group yg sudah disediakan untuk membahas lebih jauh mengenai implementasi pendidikan inklusi di lembaga masing-masing, LP Ma’arif dan tim fasilitator akan selalu memberikan pendampingan.

“Kami akan membantu sebisa kami, dan modul-modul pendidikan inklusi dari LP Ma’arif sudah dishare, silahkan dibaca dan dipelajari” tambahnya.

Moderator kegiatan daring yang juga program officer program pendidikan inklusi LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah menjelaskan pada bulan Februari dan Maret 2020 LP Ma’arif melakukan sosialisai atau kampanye pendidikan inklusi di Jawa Tengah kepada 3631 kepala madrasah dan sekolah di bawah binaan LP Ma’arif. Ini menjawab usulan peserta agar dikembangkan madrasah dan sekolah inklusi percontohan di tiap kabupaten/kota, kemudian dilakukan penguatan di perguruan tinggi.

“LP Ma’arif sudah melakukan pendampingan di Kebumen, Banyumas, Brebes, dan Kabupaten Semarang. Tahun ini ada penambahan dalam tahap persiapan menuju inklusi yakni kabupaten Pekalongan, Batang, Purbalingga, Wonosobo, dan Kabupaten Magelang. Komunikasi dengan perguruan tinggi juga dilakukan diantaranya dengan IAINU Kebumen, UNU Purwokerto Banyumas, UIN Walisongo Semarang, dan IAIN Salatiga, dan terakhir dengan Untidar Magelang” jelas Miftahul Huda.

Harapannya agar setelah selesai di pendidikan setingkat SMA, para ABK atau penyandang disabilitas bisa melanjutkan di perguruan tinggi. Peserta terlihat antusias mengikuti diskusi dan acara ditutup pada pukul 12.12 WIB. (tb44/HI).
Bagikan :

Tambahkan Komentar