Oleh : Noni Anggela

Mahasiswi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAINU Temanggung

Wabah virus corona kini menjadi realita social yang harus dihadapi oleh masyarakat di dunia, khususnya bagi bangsa Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa dengan beredarnya virus corona yang telah menjangkiti Indonesia berdampak pada masyarakat yang menjadi lebih berhati-hati dalam kehidupan sehari-hari, dan lebih waspada terhadap lingkungan sekitarnya. 

Ketakutan terhadap virus corona akan memberikan pengaruh terhadap sikap social masing-masing individu. Kita akan lebih mudah menaruh curiga pada orang yang batuk, bersin, atau terlihat pucat disekitar lingkungan kita. Kita akan lebih cenderung memutuskan menjauh ketimbang menyarakan kabar atau sekedar menunjukan bentuk keperdulian kecil lainnya. 

Asumsi ini sifatnya memang masih spekulatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ancaman virus corona ini tidak hanya akan merengut kesehatan seseorang tetapi juga merengut rasa social kita terhadap sesama. Ketidakmampuan kita dalam mengelola rasa curiga, takut, sikap over-protetif dalam merespon isu virus corona ini memiliki potensi untuk merusak hubungan social di masyarat lainnya.

Apalagi, jika kita hidup dan aktif dalam lingkungan masyarakat, sekolah, kantor, bahkan keluarga, adalah hal yang manusiawi ketika kita mulai memberikan respon antisipasi dalam melihat situasi. Namun, ada etika social yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara agar hubungan dengan masyarakat tetap terjaga. Sebagai contoh, jika kita tengah mengalami kondisi badan yang kurang fit segera berobat kedokter. Segera gunakan alat proteksi diri seperti masker jika hendak bersosialiasi kendati dokter tidak memberi diagnosis positif corona atau penyakit parah lainnya.

Selain itu, kita juga perlu memiliki inisiatif untuk mengurangi interaksi bersentuhan dengan orang lain seperti berjabat tangan dan berpelukan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk sadar diri dan memastikan orang lain aman dan nyaman bersama kita. Lain halnya jika kita dalam kondisi sehat dan menemukan orang disekitar kita yang terlihat tidak baik-baik saja. Etika social kita terhadap mereka bisa ditunjukan dengan membujuk mereka untuk pergi ke klinik atau rumasakit terdekat untuk periksa, atau sekedar bertanya kabar dan memberikan nasihat secara baik untuk menjaga kesehatan.

Partisipasi bisa dihasilkan melalui proses pemaksaan, namun pada akhirnya akan menghilangkan arti partisipasi itu sendiri. Partisipasi masyarakat yang baik dalam penanganan penyebaran covid-19 tentu dilakukan dengan suka rela, karena merasa masing-masing individu mempunyai tanggungjawab untuk kepentingan bersama. Pemerintah tidak bisa berkerja sendirian, tetapi memerlukan partisipasi dari semua komponen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lembaga masyarakat lainnya.

Partisipasi masyarakat dalam menangani penyebaran covid-19 sangat diperlukan, yakni dengan mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah seperti tetap dirumah, menjaga jarak, menggunakan masker, rajin cuci tangan, dan menerapkan pola hidup sehat. Hal ini perlu dilakukan guna memutus mata rantai penularan dan penyebaran covid-19.

Masyarakat perdesaan bukan lah orang-orang yang kebal akan penyakit atau virus, akan tetapi masyarakat pedesaan tetap menjalankan pekerjaannya sebagai seorang petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara, kebijakan-kebijakan untuk masyarakat perdesaan belum jelas dan belum tegas untuk mematuhi protokol-protokol penularan virus corona. Banyak petani-petani yang sering berkumpul-kumpul di sawah dan tidak menjaga jarak, dan banyak sekolah pedesaan yang masuk dikarenakan mereka tidak memiliki askses atau handphone. Sedangkan di kota besar perkantoran, buruh, dan sekolah di istirahatkan atau melalui daring, mereka belajar lelalui askses handphone.

Pada masyarakat pedesaan akan mengarah pada situasi sosial yang tidak menentu. Sehingga dapat berdampak pada tatanan sosial di masyarakat. Wujud nyatanya berupa prasangka. Hal ini bisa kita lihat bagaimana reaksi masyarakat saat ada warga Indonesia positif terjangkit virus corona. Misalnya, ada masyarakat yang mulai membatasi kontak sosialnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, transportasi online, dan menghindari berinteraksi diruang sosial tertentu (seperti pasar dan mall) karena kuatir tertular virus corona. 

Prasangka masyarakat ini tentu memiliki alasan logis. Sebab, terjadinya suatu penyakit atau masalah kesehatan tertentu disebabkan karena adanya keterhubungan antara pejamu dalam hal ini manusia atau makhluk hidup lainnya, penyebab dalam hal ini suatu unsur, organisme hidup, atau kuman yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit, serta lingkungan dalam hal ini faktor luar dari individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. kondisi keterhubungan antara pejamu, penyebab dan lingkungan adalah suatu kesatuan yang dinamis yang jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan diantaranya, inilah yang akan menimbulkan kondisi sakit.

Dengan dampak yang ditimbulkan oleh wabah Virus ini yang sangat lah serius, Oleh karena itulah kit harus menjaga kesehatan secara bersama-sama atau menaati peraturan-peraturan yang sudah ditentukan, seperti mencuci tangan jika ingin berpergian atau setelah berpergian, jika berpergian selalu menggunakan handsanitizer, dan juga harus menggunakan masker. Dengan adanya peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah masyarakat bisa untuk menanggulangi penyebaran virus corona.

Dahulu hingga sekarang masyarakat pedesaan sering digambarkan sebagai masyarakat yang paling rentan terhadap wabah baik penyakit yang merusak fisik manusia ataupun wabah hama yang merusak bahan pangan. Masyarakat desa di Pulau Jawa terutama Jawa Tengah telah akrab dengan "pagebluk" di kala wabah penyakit melanda dan istilah "paceklik" ketika bahan pangan sulit tersedia. Sejarah di Indonesia menunjukkan berbagai macam penyakit telah mematikan kehidupan desa.

Tentu hari ini desa harus menjadi benteng untuk melindungi rakyat di tengah gempuran wabah yang datang terutama masyarakat pedesaan. Dalam konteks terkini pun desa menjadi benteng dengan kebijakan lockdown. Alhasil masyarakat pedesaan tetap harus menghindari kerumunan dan tetap jaga jarak dalam masa new normal. Masyarakat pedesaan menunjukkan kekuatan mereka dengan melakukan lockdown mandiri untuk melawan balik wabah Covid-19.

Bagikan :

Tambahkan Komentar