Oleh Sindi Nur Azizah

Mahasiswi PGMI STAINU Temanggung

Di masa pandemi kini dunia telah berubah mulai dari kebiasaan yang selalu dilakukan setelah bangun tidur sampai kegiatan akan tidur. Anak-anak rindu akan kebiasaan yang selalu mereka jalankan. Akan tetapi mereka tetap butuh bersosialisasi dengan teman, butuh mengenal hal baru, dan butuh sesuatu yang selalu mengembangkan imajinasinya. Akan tetapi di masa pandemi ini anak-anak tidak bisa mendapatkan hal tersebut dengan mudah maka dari itu disini orangtualah yang berperan penting dituntut untuk lebih peka terhadap apa yang sedang terjadi saat ini. 

Bagaimana bia di kondisi seperti ini akan memaksakan anak untuk tetap belajar disekolah? Saat ini kesehatan anak-anak adalah hal yang paling utama yang harus kita jaga. Apa berani kita mengambil resiko jika tetap nekat untuk memaksa anak-anak tetap belajar disekolah? Kita, terutama orangtua harus mengubah pola pikir yang seperti itu orangtua tidak boleh lengah dengan mulai diterapkannya AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru). dalam hal ini psikologi anak juga sangat dipentingkan jangan sampai karena kelalaian guru ataupun orangtua sehingga anak harus tes swab dan anak akan merasa trauma. 

Penghalang kerinduan dan masalah

Kita semua tentu harus menanggapi masalah ini dengan cerdas. Harus ada rasa saling mengerti dan saling memberi motivasi antara anak, orangtua, dan guru. Jika anak, orangtua, dan guru terpecah dan selalu bertentangan maka hanya akan menghadapi rasa kecewa yang timbul dari masing-masing pihak terutama dari anak-anak. 

Hal tersebut dikarenakan anak-anak merasa kehilangan dan merindukan sesuatu yang mereka senangi. Bermain bersama teman, belajar bersama teman, atau bahkan sesuatu yang sedang direncanakan dibatalkan begitu saja apalagi jika mereka terlibat dalam event tersebut dan sudah mempersiapkan dengan matang.

Walaupun saat ini kita semua dan media sosial sudah sangat rekat dan susah dipisahkan, akan tetapi jika pembelajaran dilakukan melalui online lama kelamaan akan merasa jenuh dan hilang semangat. Apalagi jika anak dan orangtua sudah samasama hilang semangat maka yang akan terjadi hanyalah perbincangan dengan nada tinggi yang akan menghancurkan mood anak untuk belajar. 

Hampir sudah menjadi tradisi anak sebelum belajar menampilkan drama yang akan membuat naik darah orangtua yang mendampingi anak-anak, al hasil tugas tidak dikerjakan dan di akhir pekan ketika jadwal mengumpulkan tugas orangtua merasa pusing dan disitulah hubungan anak, orangtua, dan guru menjadi renggang.

Pengobat kerinduan dan semangat

Sebenarnya hal tersebut bisa dihindari . mengapa harus dibikin pusing? Sedangkan pemerintah saja menganjurkan kita untuk tidak memberatkan anak. Jika saat ini banyak yang mengeluh anak-anak lebih suka bermain layang-layang dibanding mengerjakan tugas, maka dari itu kita harus berpikir kritis dan kreatif. Buatlah tugas yang tidak memberatkan anak dan buatlah tugas yang akan membuat anak-anak suka untuk mengerjakannya. 

Seperti yang sudah disebutkan tadi bahwa anak-anak sedang gemar bermain layang-layang maka kita tinggal menyuruh anak-anak membuat karya seni layang-layang yang unik kemudian disuruh menuliskan deskripsi mengenai layang-layang tersebut. Disitu orangtua tidak merasa keberatan karena harus memaksa anak untuk belajar, anak tidak harus menampilkan dramanya ketika akan belaja, dan guru juga akan merasa aman karena tidak selalu diteror oleh walimurid yang selalu naik darah ketika mendampingi anak untuk belajar. 

Bagikan :

Tambahkan Komentar