Oleh : Astari Nur Khofifah

Mahasiswa INISNU Temanggung 

Seiring dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi Islam dengan menggunakan pendekatan filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ilmu mempelajari masalah-masalah, ekonomi, rakyat, yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Distribusi misalnya, menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi Islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat, ini. Pada saat ini realitas yang tampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang yang mempergunakan sistem kapitalis sebagai sistem ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana. Ekonomi berbasis keislaman yang terfokus untuk menanggapi kenyataan tersebut Islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sistem perekonomian suatu negara.

 

Distribusi secara Islami

Dalam aktivitas ekonomi secara sederhana distribusi diartikan segala kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan konsumen. Aktivitas distribusi harus dilakukan secara benar dan tepat sasaran agar barang dan jasa atau pendapatan yang dihasilkan produsen dapat sampai ke tangan konsumen atau yang membutuhkan.

Asas distribusi yang diterapkan oleh sistem ekonomi pasar (kapitalis) ini pada akhirnya berdampak pada realita bahwa yang menjadi penguasa sebenarnya adalah para kapitalis (pemilik modal dan konglomerat). Oleh karena itu, hal yang wajar jika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berpihak kepada para pemilik modal atau konglomerat dan selalu mengorbankan kepentingan rakyat sehingga terjadilah ketimpangan (ketidakadilan) pendistribusian pendapatan dan kekayaan.

Berbeda dengan kapitalisme yang memfokuskan pada individualisme, sosialisme beranggapan bahwa pemilikan bersama merupakan cara hidup yang paling baik, dengan sedikit hak milik pribadi atau tidak ada hak milik sama sekali. Sosialisme tidak menyukai adanya hak milik pribadi karena hak milik pribadi membuat manusia egois dan menghancurkan keselarasan masyarakat yang alami. Sosialisme menginginkan pengorganisasian produksi oleh negara sebagai saran untuk menghapus kemiskinan dan pengisapan orang kecil. Sosialisme menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan, dan kelas masyarakat dalam menikmati kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Sosialisme menginginkan pembagian keadilan dalam ekonomi.

Tugas negara adalah mengamankan sebanyak mungkin faktor produksi untuk kesejahteraan seluruh rakyat, dan bukan terpusat pada kesejahteraan pribadi. Sosialisme menganggap bahwa negara adalah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih. Sosialisme menganggap bahwa kapitalisme memiliki sifat yang jahat, yaitu: sistem kelas , sistem yang tidak efisien, dan kapitalisme merusak sifat manusia karena cenderung membuat orang berlaku kompetitif, tamak, egois, dan kejam. Nilai-nilai utama dalam sosialisme adalah kesamaan, kerja sama, dan kasih sayang. Produksi dilakukan atas dasar kegunaan dan bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. Persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan. Setiap orang bekerja demi komunitas dan memberi kontribusi pada kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian terhadap orang lain .

Yang membedakan Islam dengan kapitalisme dan sosialisme ialah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana ia tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika dan kerabat sedarah sedaging dengan kehidupan Islam. Islam adalah Risalah yang diturunkan Allah Swt  melalui rasul untuk membenahi akhlak manusia.

Proses distribusi dalam ekonomi Islam haruslah diterapkan dengan benar, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam mendistribusikan produk, harus merata agar semua konsumen dapat menikmati produk. Selain itu dalam distribusi juga tidak diperbolehkan berbuat dzalim terhadap pesaing lainnya. Prinsip ini difirmankan Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 29. Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu “

Dalam Q.S Al-Hasyr ayat 7 dijelaskan bahwa Islam memberikan batas-batas tertentu dalam berusaha, memiliki kekayaan dan menransaksikannya. Dalam pendistribusian harta kekayaan, Al-Quran telah menetapkan langkah-langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat secara objektif, seperti memperkenalkan hukum waris yang memberikan batas kekuasaan bagi pemilik harta dengan maksud membagi semua harta kekayaan kepada semua karib kerabat apabila seseorang meninggal dunia. Begitu pula dengan hukum zakat, infak, shadaqah, dan bentuk pemberian lainnya juga diatur untuk membagi kekayaan kepada masyarakat yang membutuhkan. Distribusi pendapatan dalam dunia perdagangan juga disyariatkan dalam bentuk akad kerja sama, misalnya distribusi dalam bentuk mudarabah merupakan bentuk distribusi kekayaan dengan sesama Muslim dalam bentuk investasi yang berorientasi profit sharing. Pihak pemodal yang mempunyai kelebihan harta membantu orang yang mempunyai keahlian berusaha, tetapi tidak punya modal.

 

Etika Distribusi

Pengertian etika Secara etimologi dalam bahasa Yunani adalah “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan atau cara pandang hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (Kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk  dan moral lebih kurang sama pentingnya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk mengkaji sistem nilai yang berlaku.

Islam menciptakan beberapa instrumen untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat seperti zakat infak shadaqah dan wakaf. Instrumen ini dikedepankan dalam agar tercipta   keseimbangan dalam perekonomian, karena tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi akibat cacat, jompo atau yatim piatu. Oleh karenanya Allah itu melipatgandakan pahala orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah. Dalam bahasan normatif di atas, akses etika ekonomi untuk pembahasan mekanisme distribusi pendapatan atas hak kepemilikan materi/ kekayaan dalam Islam mencerminkan beberapa hal berikut:  pemberlakuan hak kepemilikan individu pada suatu benda, tidak menutupi sepenuhnya akan adanya hak yang sama bagi orang lain , negara mempunyai otoritas kepemilikan atas kepemilikan individu yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya , dalam hak kepemilikan berlaku sistematika konsep takaful (jaminan sosial), hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi ,  Konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekuensi hukum syariah (hudud) , konsep kongsi merujuk kepada sistem bagi hasil sesuai dengan kesepakatan Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para pedagang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip- prinsip syariah

Etika distribusi dalam ekonomi Islam adalah norma-norma atau kaidah etik Proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan berdasarkan prinsip-prinsip Islami yaitu mencari keuntungan yang wajar, distribusi yang meluas, keadilan sosial dan larangan ikhtikar(penimbunan) . Etika distribusi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada nilai-nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting, yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan. Kebijakan distribusi yang ditawarkan ekonomi Islam dengan tidak berpihak hanya pada salah satu agen ekonomi, dan diperkuat dengan prinsip-prinsip yang jelas memberikan arahan bahwa keadilan ekonomi harus ditegakkan. Namun menciptakan keadilan ekonomi akan sulit terwujud jika tidak melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, peran kedua instrumen tersebut sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi akan ter aplikasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada bekerja. Langkah awal yang dapat dilakukan ialah memberikan pemahaman yang sejelas-jelasnya kepada pemerintah dan masyarakat selaku institusi ekonomi bahwa terciptanya keadilan ekonomi merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab salah satu institusi yang ada, melainkan tanggung jawab bersama selaku agen ekonomi dan institusi ekonomi. Ketika institusi tersebut bekerja, keadilan diharapkan akan tercipta untuk memberi dampak pada tersebarnya harta secara adil di masyarakat yang akan menggerakkan ekonomi rakyat.

Bagikan :

Tambahkan Komentar