Jakarta, TABAYUNA.com  - Kegiatan ToT Fasnas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) resmi dimulai pada Rabu (16/6/2021) melalui Zoom Meeting.


Dalam kesempatan itu, hadir Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP), Sunarman Sukamto, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof. Dr. H. Moh. Isom M.Ag., Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Dr. Muhammad Zain, M.Ag., Kasubdit Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dra. Hj. Siti Sakdiyah, M.Pd., Direktur Program INOVASI Mark Heward, Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Daniel Woods, Ketua Forum Pendidik Madrasah Inklusi (FPMI) Supriyono, M.Pd., panitia dan peserta.


Dalam laporannya, Kasubdit Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dra. Hj. Siti Sakdiyah, M.Pd. mengatakan bahwa pemerintah harus hadir dalam pendidikan dengan memberi kesempatan kepada semua kalangan untuk mendapatkan layanan pendidikan. “Terima kasih semua pihak yang memfasilitasi ToT Fasnas ini, karena ToT menjadi cara yang efektif dan efisien, sehingga para peserta ke depan dapat mendesiminasikan materi di lapangan,” katanya.


Pihaknya melaporkan bahwa kegiatan ini diikuti 50 orang dari berbagai provinsi, didampingi dari 13 FPMI yang sudah dibentuk tahun 2020 yang diharapkan dapat mendampingi para peserta. Sementara narasumber didapuk dari Kemenag, Kemdikbud, dan akademisi perguruan tinggi, praktisi dan pemerhati pendidikan.


Direktur Program INOVASI Mark Heward dalam sambutannya, menjelaskan bahwa kegiatan yang digelar Kemang dan FPMI sangat bermanfaat. “FPMI bersama Kemenag menyelenggarakan ToT Fasnas ini, kami berharap dari ToT ini madrasah dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan baik. Kita harapkan, selesai kegiatan ini dari 50 orang dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan dan pendamping dari FPMI untuk mengawalnya,” katanya.



Dilanjutkannya, INOVASI sangat senang, dan saya sebagai direktur sangat senang diberikan kesampatan untuk mendukung Kemenag dalam pendidikan inklusif. “Kegiatan ini tentu mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan di Indonesia,” tegasnya.


Pihaknya juga menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama berhak mendapatkan pendidikan. “Kalau tidak, sebagian penduduk di dunia tidak dapat mengakses pendidikan. Perempuan dapat menjadi dokter, insinyur, dan mengisi di beberapa posisi penting sama seperti laki-laki,” kata dia.


Ke depan, lanjutnya, kami berharap kegiatan melalui Kemenag ini menjadi pioner, melalui series kegiatan ini semoga dapat menginspirasi yang lain. “Dan saya berdoa semoga kegiatan ini sukses dari awal sampai akhir,” harap dia.



Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Daniel Woods menegaskan dalam sambutannya, bahwa setiap orang memahami nilai dan pentingnya GEDSI, serta bagaimana kebijakan pemerintah di semua tingkatan dapat menerapkannya. “Dengan demikian berbagai masalah yang berkaitan dengan GEDSI akan dapat dipertimbangkan dan ditangani di madrasah,” kata dia.



Dijelaskannya, peran Kementerian Agama sangat penting, terutama melalui madrasah, serta jaringan organisasi keagamaan terkemuka.Kami juga senang mendengar kerjasama dengan Forum Pendidik Madrasah Inklusif atau FPMI, yang memastikan para para pendidik memahami  berbagai masalah yang berkaitan dengan GEDSI dan dapat mengatasinya di kelas mereka.


“Pemerintah Australia bangga dapat bermitra dengan Kementerian Agama untuk mendukung peningkatan hasil belajar bagi semua siswa di madrasah. Kami percaya pada kekuatan kemitraan.  Bermitra dengan mitra pembangunan, masyarakat sipil, semua bagian dari sistem sekolah,  berbagai bagian dan tingkatan pemerintah di Indonesia, adalah kunci untuk memastikan bahwa pendidikan di Indonesia inklusif,” lanjut dia.



Kemitraan ini, menurut dia, bahkan lebih penting dalam mengatasi tantangan pandemi COVID-19, yang telah membuat pengajaran yang efektif lebih sulit. Kita perlu memastikan bahwa semua peserta didik mendapat akses yang setara terhadap pengajaran dan pembelajran yang efektif. “Meskipun kami telah melihat beberapa kemajuan besar dalam barbagai upaya yang didukung oleh Pemerintah Australia, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai lingkungan pendidikan inklusif di Indonesia,” papar dia.



Di sini, lanjut dia, penutupan sekolah dapat berdampak lebih besar pada siswa penyandang disabilitas. Kami mengetahui dari studi yang dilakukan oleh Jaringan DPO pada tahun 2020, bahwa hampir 70% responden, yang semuanya adalah siswa penyandang disabilitas, merasa belajar online sulit karena lingkungan rumah mereka tidak mendukung pembelajaran.



“Selain itu, mereka tidak dapat mengakses koneksi internet dan aplikasi pembelajaran yang dapat diandalkan, dan mereka tidak memiliki peralatan dan dukungan yang sesuai untuk guru dan staf pendukung. Pandemi dan penutupan sekolah juga memiliki implikasi berbasis gender bagi peserta didik di Indonesia. Misalnya, bukti anekdot dan laporan program INOVASI menunjukkan bahwa pernikahan dini meningkat selama pandemi Covid-19,” imbuh dia.



Hal tersebut, menurut dia, mungkin akan menghadirkan tantangan yang signifikan bagi Pemerintah Indonesia dalam mencapai targetnya untuk mengurangi angka dan dampak dari pernikahan anak. “Penutupan sekolah dan konsekuensi ekonomi dari pandemi dapat menempatkan anak perempuan pada risiko pernikahan paksa yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat, berdampak pada kemampuan mereka untuk terlibat dalam pembelajaran jarak jauh atau masuk kembali ke sekolah,” kata dia.


Dilanjutkan dia, setiap pihak memiliki peran penting. Kami bersemangat, melalui program INOVASI, untuk terus mendukung para guru, tenaga kependidikan dan FPMI untuk mempromosikan hak-hak semua anak perempuan dan laki-laki atas pendidikan inklusif yang berkualitas. “Melalui rangkaian lokakarya ini, saya berharap kita akan melihat lebih banyak pengembangan dan implementasi pendidikan inklusif di madrasah yang berkualitas. Semoga rangkaian workshop ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi fasilitator dan anggota Tim Pendamping dari FPMI yang hadir. Saya berterima kasih kepada Anda semua atas komitmen dan dukungan Anda yang terus berlanjut,” tandasnya.



Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Dr. Muhammad Zain, M.Ag dalam sambutannya menegaskan bahwa pelatihan ini sangat strategis untuk melahirkan fasilitator yang dapat meningkatikan kualitas pembelajaran pada anak-anak kita.


“Sesuai filosofi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, anak-anak difabel adalah anak-anak kita sendiri, yang berhak mendapatkan pembelajaran efektif, mereka tidak boleh ditinggalkan,” lanjutnya.


Pihaknya juga sependapat dengan Direktur Program INOVASI bahwa di Indonesia dibutuhkan membutuhkan peningkatan mutu. “Perlu peningkatan literasi dan numerasi untuk peningkatan ekonomi dan SDM di negara kita,” katanya.


Pihaknya berharap, kegiatan tersebut melahirkan fasilitator berkualitas dengan tiga indikator. “Pertama pengetahuan yang cukup, kemudian skills dan integritas,” tandasnya.


Secara resmi, kegiatan ini dibuka Dr. Muhammad Zain pukul 09.07 WIB. Kegiatan usai pembukaan dilanjutkan dengan pemaparan oleh para narasumber sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan panitia. (Tb55/Ibda).

Bagikan :

Tambahkan Komentar