Ilustrasi: CNBC Indonesia

Oleh Muflikhatul Mardhiyah

Peperangan antara Hamas dan Israel pecah lagi mulai tanggal 7 Oktober lalu. Tak dipungkiri lagi peperangan ini memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak.  Peperangan ini membuat konflik yang lebih parah lagi antara Hamas dan Israel. Hal ini menjadi catatan baru ditengah sejarah panjang peperangan diantara mereka. Berikut rangkuman sejarah dan kronologinya.

Kronologi Awal Konflik

Konflik ini bermula sudah lebih dari seratus tahun lamanya, tepatnya dimulai tanggal 2 November 1917. Saat itu Arthur Balfour yang menjabat sebagai menteri luar negeri Inggris menulis surat kepada Lionel Walter Rothschild seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat yang tidak terlalu panjang itu sangat berdampak besar kepada warga Palestina hingga saat ini. Surat itu berisi pemerintah Inggris untuk "mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina" dan memfasilitasi "pencapaian tujuan ini". Surat tersebut dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Selama periode 1923 hingga 1948, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Di mana terjadi gelombang kedatangan yang cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa. Palestinapun melawan karena merasa adanya perubahan demografi negara dan penyitaan tanah yang diserahkan kepada pendatang Yahudi.

Pada April 1936, Komite Nasional Arab meminta warga Palestina untuk melancarkan pemogokan umum. Warga palestina menahan pembayaran pajak dan memboikot produk-produk Yahudi untuk memprotes kolonialisme Inggris dan meningkatnya imigrasi Yahudi. Inggris tak diam saja atas pemogokan yang dilakukan oleh Palestine, pemogokan ini berakibat dilakukannya kampanye massal dan penghancuran rumah. Sampai saat ini perlakuan keji mereka masih berlangsung.

Tahun 1937 merupakan fase kedua pemberontakan yang dipimpin oleh petani Palestina, Ingris dan kolonialisme yang menjadi target gerakan ini. Pertengahan tahun 1939, Palestina mendapat serangan balik dari Inggris dengan mengerahkan 30.000 pasukan. Serangan dimulai dengan melakukan serangan bom melalui udara, berlakunya jam malam, penghancuran rumah, penahanan admnistratif warga serta pembunuhan masal tersebar luas di tanah Palestina.

Inggris berserta pemukim Yahudi membentuk kelompok bersenjata “Pasukan Kontra Pemberontakan”. Pasukan ini beranggotakan pejuang Yahudi yang diberi nama Pasukan Malam Khusus yang dipimpin oleh Inggris. Mereka megimpor senjata secara diam-diam dan mendirikan pabrik senjata untuk memperluas Haganah, paramiliter Yahudi yang kemudian menjadi tentara inti Israel. Pemberontakan selama tiga tahun ini telah memakan banyak korban, 5.000 warga Palestina terbunuh. Sebanyak 15.000 hingga 20.000 orang terluka dan 5.600 orang dipenjarakan.

 

Pada 1947, pendatang Yahudi telah meningkat sebanyak 33%, tetapi mereka hanya menduduki 6% dari lahan Palestina. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian mengadopsi Resolusi 181, yang menyebutkan pembagian Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi.

Warga Palestina jelas menolak resolusi tersebut, karena 56% wilayah Palestina yang sebagian besar termasuk pesisir yang subur akan diserahkan kepada Yahudi. Saat itu Palestina memiliki 94% wilayah bersejarah dan mencakup 67% populasinya.

Pada 4 Mei 1948 sebelum berakhirnya Mandat Kekuasaan, Israel sudah memulai operasi militer untuk memperluas wilayahnya. Lebih dari 100 warga Palestina terbunuh di desa Deir Yassin di pinggiran Yerusalem. Satu tahun kemudian lebih dari 500 pedesaan dan perkotaan dihancurkan. Palestina menyebut penghancuran ini dengan istilah Nakba atau bencana dalam bahasa Arab. Dalam gerakan ini 15.000 warga Palestina terbunuh, sehingga Zionis menguasai 78% wilayah bersejarah Palestina. Sisanya yang sebesar 22% dibagi menjadi wilayah yang sekarang menjadi Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang terkepung.

Kurang lebih 750.000 warga Plestina meninggalkan rumah. Saat ini keturunan mereka hidup sebagai 6 juta pengungsi di 58 kamp pengungsi di seluruh Palestina dan di negara-negara tetangga seperti Lebanon, Suriah, Yordania dan Mesir.

Pada 15 Mei 1948, Israel mengumumkan pendiriannya. Keesokan harinya, perang Arab-Israel pertama dimulai dan pertempuran berakhir pada Januari 1949 setelah gencatan senjata antara Israel dan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Suriah. Pada bulan Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 194. Ini menyerukan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina. Pada tahun 1964 organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dibentuk, dan setahun kemudian, partai politik Fatah didirikan.

Pada tanggal 5 Juni 1967, Israel berhasil menguasai sisa wilayah bersejarah Palestina, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir. Selama Perang 6 Hari melawan koalisi tentara Arab. Bagi sebagian warga Palestina, hal ini menyebabkan perpindahan paksa kedua, atau Naksa, yang berarti "kemunduran".

Pada akhir tahun 1967, Front Populer Marxis-Leninis untuk Pembebasan Palestina dibentuk. Delapan tahun berikutnya, serangkaian serangan dan pembajakan pesawat oleh kelompok sayap kiri menarik perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Pembangunan pemukiman dimulai di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki. Sistem dua tingkat diciptakan di mana pemukim Yahudi diberikan semua hak dan keistimewaan sebagai warga negara Israel sedangkan warga Palestina harus hidup di bawah pendudukan militer yang mendiskriminasi mereka dan melarang segala bentuk ekspresi politik atau sipil.

Intifada Pertama

Pada tahun 1987 Intifada atau perlawanan pertama terjadi di jalur gaza. Gerakan ini bertujuan mengakhiri kekuasan Israel dan membangun kemerdekaan Palestina. Hal ini terjadi setelah empat warga Plestina tewas ketika sebuah truk Israel bertabrakan dengan Van yang membawa warga Palestina.

Perlawanan mulai menyebar ke Tepi Barat, sebuah cabang dari Ikhwanul Muslimin yang dinamai Hamas mulai terlibat dalam perang bersenjata melawan Israel. Kebijakan “Patah Tulang Mereka” muncul untuk merespon pasukan Hamas yang dicetuskan oleh Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin. Secara membabi buta mereka menghancurkan apa saja yang berbau Hamas.

Menurut organisasi hak asasi manusia Israel B'Tselem, 1.070 warga Palestina dibunuh oleh pasukan Israel selama Intifada, termasuk 237 anak-anak. Lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap. Intifada juga mendorong komunitas internasional untuk mencari solusi atas konflik tersebut.

Intifada pertama berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Oslo pada tahun 1993 dan pembentukan Otoritas Palestina (PA), sebuah pemerintahan sementara, pemerintahan mandiri terbatas di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif menandatangani perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60% Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut. Otoritas Palestina harusnya memberi jalan bagi pemerintah Palestina terpilih pertama yang menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur, namun hal itu tidak pernah terjadi.

Kritik terhadap PA memandangnya sebagai subkontraktor korup bagi pendudukan Israel yang bekerja sama erat dengan militer Tel Aviv dalam menekan perbedaan pendapat dan aktivisme politik. Pada tahun 1995, Israel membangun pagar elektronik dan tembok beton di sekitar Jalur Gaza, menghentikan interaksi antara wilayah Palestina yang terpecah.

Intifada Kedua

Intifada kedua dimulai pada 28 September 2000, saat itu pemimpin oposisi Partai Likud Israel, Ariel Sharon, melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjid Al Aqsa. Ribuan pasukan keamanan dikerahkan di dalam dan sekitar Kota Yerusalem.

Intifada kedua, Israel menyebabkan kerusakan di bidang perekonomian dan infrastruktur Palestina. Israel menduduki kembali wilayah yang diperintah oleh PA dan memulai pembangunan tembok pemisah yang seiring dengan maraknya pembangunan pemukiman, menghancurkan mata pencaharian dan komunitas warga Palestina.

Daerah kekuasaan Israel makin meluas, banyak jalan dan infrastruktur dipakai hanya untuk pemukim ilegal Yahudi. Lebih daro 100.000 hektar tanah di Tepi Barat diambil alih oleh Yahudi termasuk Yerusalem Timur.

Perang Saudara

Pada Tahun 2004 Yasser Arafat selaku pemimpin PLO meninggal dunia. Satu tahun kemudian Intifada kedua berakhir, rumah tinggal Israel di Jalur Gaza dibongkar.

Setahun kemudian, warga Palestina ma kalinya memberikan suara dalam pemilihan umum. Hamas memenangkan mayoritas suara. Namun, pecah perang saudara Fatah-Hamas yang berlangsung berbulan-bulan dan mengakibatkan kematian ratusan warga Palestina.

Hamas mengusir Fatah dari Jalur Gaza, dan Fatah kembali menguasai sebagian Tepi Barat. Pada bulan Juni 2007, Israel memberlakukan blokade darat, udara dan laut di Jalur Gaza, menuduh Hamas melakukan "terorisme".

Israel telah melancarkan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza yakni di tahun 2008, 2012, 2014 dan 2021. Ribuan warga Palestina telah terbunuh, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran telah hancur.

Pembangunan kembali hampir mustahil dilakukan karena pengepungan tersebut menghalangi material konstruksi, seperti baja dan semen, mencapai Gaza. Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional, seperti gas fosfor.

Bahkan saat ini peperangan masih saja berlangsung. Israel menyerang dengan membabi buta dengan dalih mereka menghancurkan tempat persembunyian Hamas. Tak perduli banyaknya korban tak berdosa, jeritan tangis anak-anak, bahkan mereka layaknya robot penghancur yang tak punya rasa kemanusiaan. Ini bukan lagi masalah agama, tapi sudah sampai ke ranah kemanusiaan. Sekecil apapun bantuan yang kita beri pasti berguna bagi mereka. Buka mata hati dan fikiran agar peperangan yang hanya mementingkan kekuasaan ini segera berakhir.

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar