Oleh Irfan Naufal

Beberapa tahun terakhir kasus perundungan banyak terjadi di sekolah, bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik perudnungan cerara verbal mapun non verbal. Kasus perundungan banyak terjadi di lingkungan sekolah bahkan sampai jenjang sekolah dasar mampu melakukan perundungan. Kasus perundungan menajdi salah satu pperhatian sekolah dalam mengungarangi dan mencegah tindak perundungan. Namun kasus perundungan belum mampu terselasaikan dengan baik di lingkungan sekolah. Setiap bulan terdapat setidiaknya  satu sampai dua kasus perundungan terjadi di sekolah, seolah – olah perudunga sudah menjadi kebiasaan umum yang dilakukan oleh sekelompok pelajar.

Perundungan baik secara verbal maupun non verbal dapat memberikan dampak buruk tertuama bagi korban. Dampak tersebut berupa trauma yang berkepanjangan hingga sulit untuk disembuhkan. Terkadang, tak sedikit korban perundung memilih untuk mengakhiri hidupnya, dan mengalami depresi karena ketakutan yang berlebihan akibat mendapat peruundunngan dari teman – temanya, hingga kobran yang mengalami depresi harus mendapatkan bimbungan dari psikolog untuk menyembuhkan depresi yang diderita korban.

Perundungan terjadi karena pelaku merasa superior dibandingkan dengan korban dan sebaliknya korban merasa inferior dibanding pelaku. Hal tersbeut membuat pelaku dapat terus – menerus melakukan perundungan hingga membuat kasus seperti ini akan terus bermunculan, dan susah untuk dicegah atau diminalkan. Selain itu yang membuat pelaku merasa suprerior karena korban kesulitan untuk melaporkan kepada pihak – pihak seperti guru, tenaga kependidikan maupun sekolah, hal tersebut terjadi karena korban mendapatkan intiimidasi dari pelaku perudnungan/ bullying\.

Terdapat faktor yang memicu terjadinya perundungan/ bullying selain pelaku yang merasa inferior salah satu diantaranya adalah,  kebebasan pelajar dalam mengakses berbagai platform media sosial yang ada seperti, tiktok, Instagram, facebook maupun yutub. Mereka dapat mengakses berbagai jenis konten yang terdapat pada media sosial tersebut tanpa menyaring damapak baik maupun buruk dari konten yang mereka akses. Kebebasan itulah yang membuat mereka menjadi kebabalasan dalam bersikap dan tak jarang mampu menjadi pemicu terjadinya perundungan/ bullying di sekolah. Konten seperti adegan berantem, dan prank dapat memicu pelaku untuk melakukan perundungan/ bullying serupa kepada temanya agar dianggap jagoan seperti yang mereka di media sosial, melakukan prank hingga membuat korban celaka bahkan cacat seumur hidup. Selain melakukan hal tersebut terkadang pelaku perundungan/ bullying dapat melakukan pelecehan seksual kepada lawan jenis atas dasar ingin memenuhi hasrat nafsu yang mereka milki.

Dalam menjalankan aksi perundungan/ bullying, biasanya pelakunya melakukann secara berkelompok kepada korban yang menajdi targetnya. Hal tersebut dilakukan pelaku agar korban kesulitan untuk membalas perbuatan pelaku dan memudahkan pelaku dalam melakukan intimidasi kepada korban.

Pihak sekolah melakuka berbagai upaya untuk mencegah dan meminimalisasi perundungan / bullying di sekolah melalui berbagai cara seperti.

Melakukan sosialiasi anti perundungan / bullying.

Sosialasi dilakukan agar pelajar dapat mengetahui dampak baik dan buruk melakukan perudungan/ bullying, memberikan pengarahan bagi murid untuk tidak melakukan aksi perundungan/ bullying. Kemudian memberikan pengarahan terkait keragaman ras, suku, agama, dan lain – lain. Tentunya dalam menjalankan sosialisasi pihak sekolah bekerja sama dengan stick holder terkait seperti masyarakat sekitar, dan polsek setempat untuk membantu memberikan sosiasliasi untuk mencegah perundungan/ bullying. Selain memberikan sosialisasi kepada murid, sosialisasi juga diberikan kepada wali murid untuk memperhatikan anaknya dalam mengakses berbagai konten yang terdapat pada platform media sosial untuk menechagah perilaku perundudngan / bullying.

Menetapkan aturan yang tegas terkait aksi perundungan/ bullying.

Pihak sekolah harus membuat  aturan yag tegas terhadap tindakan perundungan / bullying. Melalui aturan tersebut dapat membantu meminimalisasi perilaku perundungan / bullying yang terjadi di sekolah.

Memberikan sanksi yang sesuai  bagi pelaku perundungan/ bullying.

Sanksi diberikan kepada pelaku perundungan / bullying untuk memberikan efek jera atas perbuuatan yang mereka lakukan kepada korban. Pemberian sanksi tergantung pada tingkatan yang mereka lakukan seperti pemberian skorsing, di keluarkan dari sekolah atau bahkan penindakan kepada aparat berwajib.

Menciptakan jalur komunikasi.

Dalam hal ini guru mampu menicptakan komunikasi antara guru dengan murid. Melalu komunikasi dapat tericipta hubungan baik atara guru dengan murid sehingga guru mampu mengawasi dan membimbing murid dengan mudah untuk mencegah perilaku perundungan / bullying.

Menciptakan toleransi.

Perilaku perundungan/bullying sering kali disebabkan oleh kurangnya perlaku dalam menghargai sebuah perbedaan. Baik dari sisi agama, ras, warna kulit, maupun perbedaan lainnya. Dengan adanya pemahaman tentang toleransi, anak bisa berpikir bahwa apa yang beda adalah bentuk keunikan dan keberagaman. Sehingga harus dihargai dan dihormati.

Melalui berbagai upaya yang dilakukan diharapkan pihak sekolah dapat mencegah / meminimalisasi perilaku perundungan / bullying yang terjadi di sekolah. Dengan melibatkan masyarkat, dan aparat terkait dapat menekan aksi perilaku perundungan/ bullying di sekolah. Selain itu lingkungan sekolah dapat menciptakan lingkunagn yang aman, nyaman, dan bebas dari perilaku perundungan/ bullying. Sehingga murid dapat belajar dengan giat, dan semangat untuk mengejar cita – cita yang diinginkan.

 

 

 

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar