Oleh: Ghaida Mutmainnah
Di tengah gegap gempita dunia mode dan media sosial, hijab tak lagi sekadar penutup kepala yang mencerminkan ketaatan spiritual. Ia menjelma menjadi simbol gaya hidup, bagian dari estetika fesyen, bahkan menjadi komoditas pasar yang menggiurkan. Fenomena ini melahirkan pertanyaan penting: apakah hijab modern hari ini masih menjadi representasi identitas religius, ataukah telah bergeser menjadi sekadar gaya yang mengikuti arus tren?
Dalam ajaran Islam, hijab bukanlah semata-mata kain yang menutupi kepala, tetapi simbol ketundukan kepada perintah Allah dan bentuk kehormatan diri. Ia merupakan bagian dari identitas seorang muslimah yang berkomitmen terhadap prinsip kesopanan, kesederhanaan, dan penjagaan diri. Dalam Al-Qur'an, perintah menutup aurat bagi perempuan bertujuan untuk membedakan mereka dalam hal kehormatan dan ketakwaan, bukan semata dalam tampilan luar.
Namun realita hari ini menunjukkan transformasi besar. Jilbab yang dahulu sederhana kini hadir dalam beragam desain, warna, dan model. Istilah “hijab syar’i” bersanding dengan “hijab fashion”, bahkan kadang diperdebatkan karena perbedaan prinsip dasarnya. Banyak muslimah, terutama generasi muda, lebih akrab dengan konsep hijab sebagai bagian dari gaya hidup daripada sebagai simbol.
Media sosial menjadi katalis utama dalam membentuk tren hijab modern. Para selebgram dan influencer hijabers tampil menawan dengan gaya yang stylish namun tetap berhijab. Mereka menjadi panutan gaya berpakaian bagi jutaan pengikutnya. Di satu sisi, hal ini bisa dilihat positif sebagai bentuk dakwah visual yang menginspirasi banyak perempuan untuk mulai menutup aurat. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran ketika nilai-nilai spiritual dari hijab terkikis karena fokus berlebihan pada estetika semata.
Hijab kemudian dikonsumsi sebagai produk budaya pop: dijual dalam bentuk kampanye iklan, digelar dalam peragaan busana, dan dibahas dalam berbagai konten viral. Identitas muslimah pun berpotensi terepresentasikan hanya dari tampilan luar, tanpa disertai pemahaman makna yang lebih dalam. Bahkan tak jarang, gaya hijab yang terlalu modis justru mengundang perhatian, bertolak belakang dari prinsip awal hijab yang bertujuan untuk menjaga pandangan dan kesederhanaan.
Pertanyaan apakah hijab modern adalah identitas atau sekadar gaya bukanlah untuk menghakimi, melainkan untuk mendorong refleksi. Pada dasarnya, gaya dan identitas tidak harus saling meniadakan. Seorang muslimah bisa saja tampil modis, namun tetap berpegang pada prinsip keislaman. Yang perlu diingat adalah bahwa gaya hanyalah medium ekspresi, sementara identitas adalah akar dari ekspresi itu sendiri.
Jika hijab dikenakan hanya karena tren atau tekanan sosial, maka ia kehilangan esensinya. Namun jika gaya berhijab dikembangkan sebagai bentuk syiar yang tidak menghilangkan ruh kesederhanaan dan adab berpakaian, maka hijab modern bisa menjadi jembatan antara dunia mode dan nilai religiusitas.
Hijab modern hari ini berdiri di antara dua kutub: identitas dan gaya. Keduanya tidak harus saling bertentangan jika muslimah mampu menjaga keseimbangan antara ekspresi diri dan esensi spiritual. Penting untuk terus mengingat bahwa hijab adalah lebih dari sekadar penampilan luar—ia adalah bagian dari komitmen batin, tanda ketaatan, dan cerminan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, dalam memilih gaya hijab, semoga tidak hanya terlihat anggun di mata manusia, tetapi juga bernilai ibadah di hadapan Allah.
Tambahkan Komentar