Oleh : Fitria Agustin Indah Yulianti
Kereta malam dari Jakarta ke Yogyakarta seharusnya tiba pukul 05:30. Dini melihat jam tangannya menunjukkan 06:15, tapi kereta masih melaju. Aneh, biasanya kereta ini selalu tepat waktu.
Gerbong yang tadi penuh kini hanya berisi lima orang: Dini, seorang pria berkacamata tebal, ibu-ibu membawa tas besar, remaja dengan headphone, dan kakek tua di pojok. Mereka semua terdiam, seolah menunggu sesuatu.
"Permisi," Dini menghampiri kondektur yang lewat. "Kita sudah terlambat. Kapan sampai Yogya?"
Kondektur itu tersenyum tipis. "Sabar, Nona. Masih ada satu stasiun lagi."
Dini bingung. Dia hapal rute ini. Seharusnya tidak ada stasiun antara Klaten dan Yogyakarta. Tapi ketika dia melihat keluar jendela, kereta memang melambat mendekati sebuah stasiun kecil yang tak pernah dilihatnya sebelumnya.
Stasiun itu gelap, hanya diterangi beberapa lampu redup. Papan namanya tidak terbaca karena cat yang mengelupas. Kereta berhenti dengan suara rem yang panjang.
"Stasiun Akhir. Mohon penumpang yang namanya dipanggil untuk turun."
Kondektur membuka secarik kertas dan mulai membacakan: "Bapak Sutrisno."
Pria berkacamata berdiri perlahan, wajahnya pucat. Dia turun tanpa mengambil tas.
"Ibu Siti Maryam."
Ibu dengan tas besar menangis pelan sambil berjalan menuju pintu.
"Agus Prasetyo."
Remaja dengan headphone melepas earphone-nya. Dia tampak bingung tapi tetap turun.
"Kakek Warsito."
Kakek tua tersenyum damai dan berjalan keluar dengan langkah yang mengapung.
Dini melihat keluar jendela. Keempat orang itu berdiri di peron dengan ekspresi kosong, kemudian perlahan menghilang dalam kabut.
"Tunggu!" Dini berteriak pada kondektur. "Kenapa mereka tidak kembali?"
Kondektur menatapnya dengan mata yang dalam. "Mereka sudah sampai di tujuan, Nona. Sekarang giliran Anda."
"Tapi nama saya belum dipanggil!"
"Silakan lihat tiket Anda sekali lagi."
Dini membuka tiket yang sudah dia pegang sejak tadi. Tulisan di atasnya berubah: "Stasiun Akhir - Sekali Jalan - Tanpa Kembali."
"Tidak mungkin! Ini tiket ke Yogyakarta!"
Kereta mulai bergerak lagi, meninggalkan stasiun gelap itu. Dini berlari ke pintu tapi sudah terkunci. Dia menggedor-gedor sambil menangis.
"Tenanglah, Nona," kata kondektur. "Kita semua akan sampai di stasiun yang tepat pada waktunya."
Dini terduduk lemas. Dia baru ingat... kecelakaan di tol kemarin malam. Suara rem yang menjerit, lampu yang menyilaukan, kemudian... kegelapan.
Kereta terus melaju dalam kabut, membawa Dini menuju stasiun terakhirnya.
Tambahkan Komentar