Ketua Penggagas Partai 212 Syariah, Hj. Siti Asmah Ratu Agung, memberikan sambutan pada Deklarasi Partai 212 Syariah di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta Pusat, 17 Juli 2017. TEMPO/Sasti Hapsari
Jakarta , TABAYUNA.com - Di pertengahan bulan Juli 2017 lalu, Indonesia (lebih tepatnya di Indonesia) berdiri Partai 212 Syariah. Ada juga yang menyebut Partai Syariah 212. Partai ini digawani oleh tujuh orang alumni aksi 212. Mereka telah mendeklarasikan berdirinya partai politik bernama Partai Syariah.

Wajib Dibuka: Waspada, Partai 212 Syariah Bisa Jadi Partainya Almarhum HTI

Partai ini sengaja dibentuk dengan tujuan untuk membangun parlemen yang bersih dan bernuansa Islam. Ma'ruf Halimuddin, salah satu penggagas Partai Syariah di Gedung Juang 45, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017 mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya akan membangun parlemen. "Kami harus membangun parlemen. Kami harus mempermainkan parlemen melalui partai Islam," ujar Ma'ruf Halimuddin seperti dikutip dari Tempo.co.

Partai ini, menurut dia, adalah gagasan dari tujuh orang alumni 212. Ketua penggagasnya adalah Siti Asmah Ratu Agung. Sejak dibentuk sebulan yang lalu, kata dia, Partai Syariah menggunakan iuran  peserta aksi 212 untuk membiayai operasional partai.

Partai ini, kata Ma'ruf, ke depan saya harap menumbuhkan rasa kemandiriannya. Kami mengajak semua elemen, semua anggota untuk berkontribusi.

Partai Syariah, menurut dia memang belum memiliki anggota resmi. Sejak dibentuk, penggagas partai bergerilya melalui media sosial untuk menyaring anggota. Pihaknya telah mencoba membangun lewat WA di 34 provinsi. Sudah ada sekitar 400 lebih grup. Kalau ditanya berapa anggotanya sekarang, masih nol.

Meski begitu, kata Ma'ruf, beberapa partisipan Partai Syariah sudah membentuk posko di daerahnya. Di antaranya adalah Sulawesi dan Aceh. Posko ini nantinya bakal digunakan untuk sekretariat.

Ma'ruf berujar syarat utama untuk menjadi anggota Partai Syariah adalah beragama Islam. "Karena pure di sini 1000 persen partai muslim," ujarnya.

Sedangkan siap ketua umum partai, nantinya akan dipilih oleh ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI). Ma'ruf menjelaskan setiap daerah dipersilakan mengirim nama-nama kader sebagai calon ketua. Selanjutnya nama itu seluruhnya dikirim ke ulama yang bakal memilih ketua umum.

"Kami sodorkan kepada yang lebih menguasai keislaman, syariatnya, mereka yang akan memilih," ujar Ma'ruf. Ia mengatakan tidak ada batasan berapa jumlah kader yang dicalonkan sebagai ketua umum.

Ma'ruf berharap berdirinya Partai Syariah ini bisa menginspirasi alumni 212 lain untuk membentuk partai serupa. Tujuannya agar lebih banyak lagi Umat Islam yang bisa menguasai parlemen dan pemerintahan. "Semoga dilanjutkan 2018 atau diujung 2017 akan ada partai-partai lainnya. Saya berharap lima-enam partai  Islam lagi yang sama," katanya.

Menurut Ma'ruf, adanya organisasi kemasyarakatan (ormas) selama ini tidak cukup untuk menggaungkan kekuatan Islam. Terlebih ada banyak organisasi masyarakat Islam yang ditutup pemerintah.

"Kami dari Partai Syariah ini mengajak mereka berpikir jangan bermain di ormas saja saja. Hari ini kita harus mengasuh partai politik untuk merebut kemenangan di parlemen," ujar Ma'ruf.

Uniknya, kok bisa ya Partai Syariah 212 berada di negara yang berlandaskan Pancasila, namun ideologi dan gagasan mereka berseberangan dengan Pancasila? Ini ada apa?

Mirip Wiro Sableng?
Warga Indonesia, sekali lagi, asli Indonesia, pasti sudah tahu dengan Wiro Sableng. Dalam dunia perfilman, Wiro Sableng atau Pendekar 212 adalah tokoh fiksi serial novel yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng.

Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya. Wiro memiliki banyak kesaktian yang diperoleh selama petualangannya di dunia persilatan, dari berbagai guru.

Kalau dikaitkan dengan Partai Syariah 212, memang beda tipis, tipis sekali. Sama-sama mengusung angka "212". Yang partai ini 212 karena didirikan alumni aksi 212, yang Wiro Sableng memang tokoh "gendeng" lantaran menirukan gurunya.

Pertanyaannya, apakah partai ini berideologi Islam murni tanpa tunduk dan patuh pada Pancasila? Sekali lagi, ini partai bukan agama, la kok bisa-bisanya menolak Pancasila. Padahal, Wiro Sableng yang gendeng saja produk asli Nusantara yang terkenal kondang di zamannya.

Lalu, bagaimana nasib Partai 212 Syariah ini ke depan? Mau ikut Pileg 2019, atau Pilpres 2019? Kita tunggu saja. Semoga partai ini, semua pengurusnya insaf ke jalan Pancasila. (TB4).
Bagikan :

Tambahkan Komentar