Salah satu contoh tradisi dibaan.
Maulid Diba Barzanji terbaru 2017 ini merupakan salah satu ulasan tabayuna.com tentang pengertian, sejarah dan download Mualid Diba yang biasanya digunakan para warga NU untuk berzanji di kampung-kampung, kota-kota dan di berbagai tempat.

Mualid Diba merupakan salah satu tradisi memuja dan memuji Nabi Muhammad Saw dalam kitab tersebut. Biasanya, diselingi musik dan nada-nada merdu yang menyejukkan hati.

Jika Anda ingin melihat contohnya, seperti yang dibacakan oleh Habib Fikri Abdul Qodir Bin Achmad Al-Haddah selaku pembina Majelis Taklim Jamaah Ratib, silakan Lihat dan Download di bawah ini:

Baca juga: Terjemah Nadzom Alfiah Ibnu Malik Terlengkap 81 Bab dan 1000 Bait 

Pengertian Maulid Diba atau Dibaan
Diba’an, atau biasa dikatakan Maulid Diba adalah tradisi membaca atau melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat yang kebanayakan warga NU. Pembacaaan shalawat dilakukan bersama secara bergantian.

Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu. Istilah diba’an mengacu pada kitab berisi syair pujian karya al-Imam al-Jaliil as-Sayyid as-Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy asy-Syaibani az-Zubaidi al-Hasaniy. Biasanya, selain manual juga menggunakan iringan musik seperti terbang dan alat tradisional lainnya.

Profil Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy 
Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy lahir pada hari ke-4 bulan Muharram tahun 866 H dan wafat hari Jumat 12 Rajab tahun 944 H. Dia adalah seorang ulama hadits terkemuka dan mencapai tingkatan hafidz dalam ilmu hadits, yaitu seorang yang menghafal 100.000 hadits lengkap dengan sanadnya.

Selain ahli ilmu hadis, Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy juga seorang muarrikh atau ahli sejarah. Beberapa di antara sekian banyak kitab karangannya ialah Taisirul Wusul ila Jaami`il Usul min Haditsir Rasul, Qurratul ‘Uyun fi Akhbaril Yaman al-Maimun, Bughyatul Mustafid fi akhbar madinat Zabid, dan lain-lain.

Satu karya maulid yang masyhur dalam dunia Islam ialah maulid yang dikarang oleh seorang ulama besar dan ahli hadits yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`ie asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi`i.

Beliau dilahirkan pada 4 Muharram tahun 866H dan wafat hari Jumat 12 Rajab tahun 944H. Beliau adalah seorang ulama hadits yang terkenal dan tiada bandingnya pada masa hayatnya. Beliau mengajar kitab Shohih Imam al-Bukhari lebih dari 100 kali khatam. Beliau mencapai derajat Hafidz dalam ilmu hadits yaitu seorang yang menghafal 100,000 hadits dengan sanadnya.

Setiap hari beliau akan mengajar hadits dari masjid ke masjid. Di antara guru-gurunya ialah Imam al-Hafiz as-Sakhawi, Imam Ibnu Ziyad, Imam Jamaluddin Muhammad bin Ismail, mufti Zabid, Imam al-Hafiz Tahir bin Husain al-Ahdal dan banyak lagi. Selain daripada itu, beliau juga seorang muarrikh, yakni ahli sejarah, yang terbilang.

Beliau dilahirkan di kota Zabid (Zabid (salah satu kota di Yaman Utara) pada sore hari Kamis 4 Muharram 866 H.) Kota ini sudah dikenal sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW., tepatnya pada tahun ke 8 Hijriyah. Dimana saat itu datanglah rombongan suku Asy`ariah (diantaranya adalah Abu Musa Al-Asy`ari) yang berasal dari Zabid ke Madinah Al-Munawwaroh untuk memeluk agama Islam dan mempelajari ajaran-ajarannya. Karena begitu senangnya atas kedatangan mereka Nabi Muhammad SAW. berdoa memohon semoga Allah SWT. memberkahi kota Zabid dan Nabi mengulangi doanya sampai tiga kali (HR. Al-Baihaqi). Dan berkat barokah doa Nabi, hingga saat ini, nuansa tradisi keilmuan di Zabid masih bisa dirasakan. Hal ini karena generasi ulama di kota ini sangat gigih menjaga tradisi khazanah keilmuan islam.

Masa Kecil Ibn Diba`
Beliau diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama Syekh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga seorang ulama besar yang tersohor di kota Zabid saat itu, hal itu dikarenakan sewaktu beliau lahir, ayahnya sedang bepergian, setelah beberapa tahun kemudian baru terdengar kabar, bahwa ayahnya meninggal didaratan India. Dengan bimbingan sang kakek dan para ulama kota Zabid ad-Diba'i tumbuh dewasa serta dibekali berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantara ilmu yang dipelajari beliau adalah: ilmu Qiroat dengan mengaji Nadzom (bait) Syatibiyah dan juga mempelajari Ilmu Bahasa (gramatika), Matematika, Faroidl, Fikih.

Pada tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya. Sepulang dari Makkah Ibn Diba` kembali lagi ke Zabid. Beliau mengkaji ilmu Hadis dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al-Muwattho` dibawah bimbingan syekh Zainuddin Ahmad bin Ahmad As-Syarjiy. Ditengah-tengah sibuknya belajar hadis, Ibn Diba' menyempatkan diri untuk mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT.

Pelajaran penting dari ad-diba'i
Ibn Diba' mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al-fatihah dan menganjurkan kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al-fatihah. Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum mereka pulang. Hal ini tidak lain karena beliau pernah mendengar salah seorang gurunya pernah bermimpi bahwa hari kiamat telah datang lalu dia mendengar suara “ wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah” lalu orang –orang bertanya “kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga ?” kemudian dijawab, karena mereka sering membaca surat Al-fatihah.

Karya ad-diba'i
Ibn Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau mempunyai banyak karangan baik dibidang hadis ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW. yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i,

Diantara buah karyanya yang lain : Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman, kitab Mi`roj, Taisiirul Usul, Bughyatul Mustafid dan beberapa bait syair. Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayatnya sebagai pengajar dan pengarang kitab. Ibn Diba'I wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 Hdan pengarang kitab. Ibn Diba'I wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 H.

Melestarikan Tradisi Dibaan
Menurut Hamidulloh Ibda (2012) yang menulis artikel di NU Online dengan judul "Melestarikan Tradisi Barzanji", menyatakan bahwa selain dilakukan pada bulan Maulid, tradisi barzanji juga dilakukan kaum muslim pada setiap moment penting seperti pengajian, tasyakuran pernikahan, kelahiran anak, menjelang keberangkatan haji dan sebagainya.

Barjanjen, merupakan tradisi yang dilakukan sejak dulu, terutama bagi umat Islam warga Nahdliyyin (warga NU). Mereka membacanya pada tiap malam Jumat dan upacara lainnya. Bahkan, pada sebagian besar pesantren di Jawa Tengah, barjanjen menjadi kegiatan wajib.

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi sepertinya sudah melembaga, bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional. Setiap memasuki Rabi’ul Awal, berbagai ormas Islam, masjid, musholla, institusi pendidikan, dan majelis taklim bersiap memperingatinya dengan beragam cara dan acara; dari sekadar menggelar pengajian, dialog keagamaan, bakti sosial, hingga ritual-ritual yang sarat tradisi (lokal).

Di antaranya adalah: Manyanggar Banua, Mapanretasi di Pagatan, Ba’ayun Mulud (Ma’ayun anak) di Kab. Tapin, Kalimantan Selatan. Sekaten, di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, Gerebeg Mulud di Demak, Panjang Jimat di Kasultanan Cirebon, Mandi Barokah di Cikelet Garut, dan sebagainya.

Tradisi barzanji, seharusnya menjadi spirit beragama bagi kaum muslim. Idealnya, barzanji bukan hanya sebagai rutinitas saja. Esensi Maulid Nabi adalah spirit sejarah dan penyegaran ketokohan Nabi sebagai satu-satunya idola teladan yang seluruh ajarannya harus dibumikan. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, kristalisasi dari berbagai

falsafah hidup yang diyakini. Teladan sejarah dan penyegaran ketokohan itu dapat dilakukan kapan pun, termasuk di bulan Rabi’ul Awal.

Berpijak dari itu, sudah saanya umat Islam melestarikan tradisi tersebut. Pasalnya, dewasa ini banyak orang islam yang beragama setengah hati, atau dengan kata lain “Islam KTP”. Secara logika, daripada melestarikan budaya barat, lebih baik melestarikan budaya islam sendiri, sebagai suatu wujud ketaatan hamba dengan Tuhannya.

Jadi, melihat tradisi barjanjen yang hanya menjadi rutinitas di bulan maulid, penulis lebih sepakat dan mendukung untuk melestarikan budaya barjanjen yang harus dijalankan setiap waktu, kapan pun dan dimana pun. Hal itu termasuk wujud bukti kecintaan kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW.

Meskipun momen bulan maulid terasa sudah lewat, namun melestarikan tradisi barzanji merupakan sebuah keniscayaan bagi warga NU. Menjadi umat yang cinta Nabi Muhammad SAW, sudah saatnya membumikan tradisi ini sejak dini. Mau tidak mau, barzanji merupakan ciri khas warga NU. Jadi, melestarikan tradisi barzanji adalah harga mati.

Oleh karena itu, wajar jika banyak kaum muslim mencari maulid diba mp3 downloads, maulid diba pdf bahkan maulid diba doc dan word, kitab maulid diba latin teks maulid diba habib ali alatas,, diba' arab dan bahasa Indonesia, download teks maulid diba', diba' barzanji, download maulid diba habib ali al athos dan lain sebagainya. (TB8).

Bagikan :

Tambahkan Komentar