Sejak kapan yayasan berdiri dan harus bersedekah atas nama sodaqoh, masih pakai nama zakat maal juga. Ini istilah wahabi sebelah mana yah? Bukankah zakat itu beda dengan sedekah. Zakat itu wajib, sedekah hukumnya sunnah. Ah, jenengan ustadz yak nopo si?
Jepara, TABAYUNA.com - Memang keterlaluan. Kalau berniat syiar, tidak perlu lah menipu publik. Masak tujuan baik, caranya kok buruk. Itulah gambaran dosa-dosa yang telah dilakukan ustadz wahabi yang kini berulah lagi di kota ukir, Jepara.

Baca saja: GNPF-MUI Makin Brutal, Masak Mau Demo 287 Tolak Perppu No. 2 Tahun 2017

Sebelumnya, telah ditolak tegas oleh warga Ngabul, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, bahwa Yayasan Madinatul Imam yang dikomandoi dedengkot wahabi asal Kudus alumni Madinah bernama Musyaffa', tetap saja ngotot ingin didirikan.

Bahkan, cara-cara yang digunakan juga dianggap kotor oleh beberapa pihak. Memalukan. Akibat para kelompok wahabi yang kebetulan simpatisannya banyak dari kalangan birokrat dan PNS di Jepara itu, rasa saling curiga warga Ngabul dan sekitarnya kian meningkat.

Berdasarkan dari sumber tim Dutaislam.com yang dirillis ke Tabayuna.com di lapangan, koloni wahabi anyaran di Jepara itu sudah membagi-bagi sembako dan juga uang yang konon diatasnamakan sebagai zakat maal. Bahkan pada Idul Adha kelak, mereka akan menyembelih hewan qurban untuk menarik simpati warga setempat.

Sebab ditolak warga, gerombolan wahabi itu juga berkali-kali menggunakan Kantor Pajak di Ngabul untuk kegiatan "dakwah"nya. Mereka menamai ruang wahabisasinya di kantor milik pemerintah tersebut dengan "Mushalla Sholahudin".

Telah berkali-kali juga menggunakan rumah Sasmono (Desa Mambak, Pakis Aji) dan Endras (Tahunan), untuk kegiatan serupa. Terakhir kali menggunakan kediaman dr. Eko Cahyo (Pengkol, Jepara) pada 6 Agustus 2017 lalu.

Bersama Musyafa' Ad Dareni, Eko Cahyono Puspeno, Abdul Latif dan Much Nasir, yayasan yang dulunya bernama Risalah Iman itu tidak gentar atas penolakan warga. Keterangan di lapangan yang dikumpulkan tim Tabayuna.com menyimpulkan, kelompok wahabi ini bahkan "menantang" akan menggunakan jalan cepat pada Pelayanan Satu Atap (Yantap) jika petinggi desa Ngabul tidak segera mengeluarkan ijin IMB.

Sebelumnya, di luar desa Ngabul, tepatnya di Kecamatan Pakis Aji, mereka sudah berhasil mendirikan yayasan yang namanya juga sama: Madinatul Islam. Disebut oleh pembina dan pendirinya, Musyafa', yayasan itu berhaluan ahlus sunnah wal jamaah.

Tapi anehnya, masjid yang sedang dibangun di atas tanah seluas 882 meter dengan kapasitas 1000 jamaah itu diklaim ngawur sebagai "masjid dakwah sunnah pertama" di Jepara. Lalu, yang lain masjid ndolethak udele bodhong, tadz? Apakah klaim seperti itu karakter aswaja? Mari ucapkan: innalillah wa inna ilaihi rojiiuun.

Kentara wahabi sekali. Ngaku aswaja tapi mendakwa diri paling nyunnah sejak dari masjidnya. Naudzubillah. "Ini adalah propaganda wahabi di Jepara," kata sumber Tabayuna.com berinisial HN di Jepara, Rabu (09/08/2017) sore.

Maklum, selama ini mereka memang tidak punya tempat untuk tekun menyebarkan ajaran "Sunan" Muhammad bin Abdul Wahab an-Najed itu. Penelusuruan tim Tabayuna.com di lapangan, kajian-kajian khas mereka menggunakan fasilitas atau ruang privat yang bahkan milik pemerintah sekalipun, dimana pemerintah setingkat RT saja tidak sangat berkeberatan.

Silakan baca juga: Waw, Sekarang Ada Peluang Bisnis "Mainan Seks" Syar'i

Ustadz atau penceramah juga mereka datangkan dari kota yang ada ustadz nyunnah nya. Mereka tidak mengakui keilmuan para ustadz, kiai, santri dan juga sesepuh di wilayah Jepara sendiri. Berikut catatan "skandal kegiatan nyunnah" mereka yang bergentayangan di beberapa tempat tanpa terdeteksi umum. Taqiyah-nya setingkat birokrat dan elitis.

Penceramah: Ustadz Haris Budiatna, S.S.i, MA (Pengajar Pesantren Nurus Sunnah Semarang)
Tempat dan waktu:  Musala Sholahudin Kantor Pajak Ngabul, (Ahad, 15 Januari 2017, pukul 09.00 WIB).

Penceramah: Ustadz Arifin Siregar Abu Raihan (Ponpes Al-Irsyad Salatiga)
Tempat dan waktu: Kediaman Bapak Endras Jepara Regency Tahunan Blok A No. 1 Jepara (Belakang SMA 1 Tahunan) (Ahad, 29 Januari 2017, pukul 10.00 WIB)

Penceramah: Ustadz Muhammad Ashim, Lc (Alumnus Univevrsitas Islam Madinah Pengajar Ponpes Imam Bukhari)
Tempat dan waktu: Musala Solahudin Kantor Pajak Ngabul (24 Juli 2017, pukul 09.00 WIB dan 28 Mei 2017, pukul 09.00 WIB), serta di Masjid Al Wakaf Perum Regency Tahunan Jepara (Ahad, 28 Agustus 2016)

Penceramah: Ustadz Amin Taufiq Nasro, Lc. (Alumni Fakultas Syariah LIPIA)
Tempat dan waktu: Musala Solahudin Kantor Pajak Ngabul (Ahad 14 Mei 2017, pukul 09.00 WIB dan 11 September 2016, pukul 09.00 WIB), dan  Masjid Darul Muttaqin Komplek RSUD Kartini Jepara (Ahad, 11 Juni 2017)

Penceramah: Ustadz Abu Izzi (Mudir Ma'had Imam Ahmad bin Hambal Semarang)
Tempat dan waktu:  Musala Sholahudin Kantor Pajak Ngabul, (Ahad, 4 Juni 2017, pukul: 12.00 WIB).

Penceramah: Ustadz Abdul Khaliq S.Pd.
Tempat dan waktu:  Rumah dr. Eko Cahyo Jl. Kayu Tangan 6 Pengkol Kapling, Jepara (Ahad, 6 Agutus 2017, pukul: 09.00 WIB).

Dari daftar kegiatan mereka, tak satu pun menggunakan masjid jami' atau masjid umum yang jumlahnya ratusan di Jepara. Ono opo jal? Jebul, musala yang dipakai pun akhirnya adalah fasilitas internal kantor Pajak Ngabul dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kartini Kabupaten Jepara. "Mereka "ghashab" ruang publik karena sudah pernah diperingatkan Pemda tapi masih saja begitu," kata sumber Tabayuna.com yang lain.

Ini jelas-jelas menipu publik.  Gaya gerakan wahabi hampir sama di pelbagai daerah. Berikut ini catatannya:

Pertama, jika tidak berhasil mendirikan pondok pesantren atau asrama belajar, mereka akan ngotot membeli tanah itu agar bisa dipakai untuk,

Kedua, mendirikan perumahan baru dengan syarat musala atau masjid perum tersebut diisi oleh ustadz sepaham dengan mereka (wahabi). Jika tidak berhasil keduanya, maka

Ketiga, mereka menyusup ke kantor-kantor publik untuk menjadikan mushalla sebagai ruang ideologisasi ala wahabismenya. Jika masih saja tidak berhasil, maka

Keempat, mereka nyolong laku memakai nama ormas lain sebagai pengelola, sebagaimana terjadi di Karimunjawa, Jepara. Baca: Yayasan "Wahabi" Masuk Atas Nama Pesantren Muhammadiyah, Karimunjawa Memanas.

Nama-nama ustadz yang pernah diundang di atas, dalam catatan redaksi, masuk sebagai radar ustadz takfiri.

Menurut Idrus Ramli, para ustadz wahabi ada yang digaji 1500 dolar dalam sebulan. Karena itulah ada yang ngotot pakai segala cara untuk mendirikan yayasan pribadi tanpa afiliasi ormas manapun.

Jika warga Jepara dan pemerintah daerah setempat tidak segera turun langsung mengatasi gerakan takfiri ala wahabi, bukan tidak mungkin Jepara kian tersulut situasi sosialnya. Bukankah sumber gerakan kekisruhan selama ini muncul di kota-kota yang dipimpin kepala daerah berpaham wahabi takfiri juga? Wah, goro-goro wahabi, Jepara malah jadi kota mengukir perselisihan ki piye. (TB4/Di).
Bagikan :

Tambahkan Komentar