Ilustrasi: Tragedi terorisme di Mapolda Riau, kemarin.
Jakarta, TABAYUNA.com - Pemerintah dan DPR RI kini alot untuk mendefinisikan apa itu terorisme. Sebab, di sini terorisme perlu didefinisikan secara cermat dan pada titik inilah perdebatan masih terus berlangsung. Pihak DPR dan pemerintah seolah sedang berebut makna 'terorisme'.

Baca: Empat Teroris Mapolda Riau Ditembak Mati, Masih Mau Anda Jadi Teroris? 

Menurut pihak DPR, pengertian atau definisi terorisme perlu memuat unsur tujuan ideologi dan politik. Sedangkan pemerintah menilai terorisme tak perlu didefinisikan sebagai aksi yang memuat tujuan ideologis dan politis.

Perdebatan ini berlangsung dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Antiterorisme ini, Muhammad Syafi'i, berpandangan frasa 'ideologi dan tujuan politik' harus ada dalam definisi terorisme.

Baca: DPR Tak Selesaikan RUU Terorisme, Fadli Zon Malah Marah-marah

"Kalau saya dari awal tetap harus ada frasa 'tujuan politik', 'ganggu keamanan negara', konsep yang diajukan Kapolri, yang diajukan Panglima TNI dan Menhan," kata Syafii di kompleks parlemen, Senayan seperti dilansir Tabayuna.com dari Detik.com pada Jumat (18/5/2018).

Menurut Syafii, yang akrab dipanggil Romo, setiap tindakan terorisme pastilah punya muatan politis. Tujuan politik para teroris disebutnya tecermin dari peristiwa-peristiwa di luar negeri.

"Coba catatlah teroris di seluruh dunia, mana sih yang nggak ada tujuan politiknya? Mau di Boston, Suriah, Sri Lanka, Inggris, semuanya pasti punya tujuan politik," kata anggota Fraksi Partai Gerindra DPR ini.

Baca: Dituntut Hukuman Mati, Aman Abdurrahman Si Teroris Itu Ketahuan Ngompol di Celana

Anggota Komisi Bidang Pertahanan DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Sjarifuddin Hasan (Syarief Hasan), berpandangan sama. Dia menilai 'motif politik' memang perlu dimasukkan ke pengertian terorisme. Dia berkaca dari kasus-kasus terorisme yang didalangi ISIS.

"Karena ISIS itu kan pengin mendirikan negara Islam segala macam. Nah, ini kan kalau menyangkut tentang negara itu kan politik," tutur Syarif.

Meski demikian, Demokrat tak memaksakan frasa itu harus dimasukkan ke revisi UU Antiterorisme. Sebab, keputusan soal itu diambil secara bersama-sama dengan seluruh fraksi yang terlibat dalam Panja RUU Antiterorisme dan pemerintah.

Dari pihak pemerintah, ada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Enny Nurbaningsih, yang menjelaskan definisi terorisme. Definisi yang diinginkan pemerintah diambil dari Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Terorisme.

"Pada saat diminta dimasukkan di situ, aparat penegak hukum keberatan, apa makna tujuan politik atau ideologi itu, apa batasannya? Kalau nanti pada saat kami (aparat) menangkap, ternyata tidak ada bukti bahwa dia ada kaitan dengan tujuan ideologi atau politik, berarti kita lepaskan mereka, tak bisa kita gunakan UU Terorisme," kata Enny saat dihubungi pada Senin (14/5/2018).

Baca: Dikira Teroris, Santri di Simpanglima Semarang Berakhir Selfie dengan Brimob
Baca: Ini Identitas Lengkap Santri yang Diduga Teroris di Simpanglima Semarang 


Pemerintah dan polisi khawatir menemui kesulitan di tengah jalan dalam memproses kasus terorisme. Soalnya, pembuktian tujuan ideologi dan politik yang melatarbelakangi aksi teror bakal tidak mudah. Risikonya, terduga teroris bisa lepas dari jeratan hukum.

Berikut ini bunyi pengertian terorisme versi pemerintah:
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Lihat juga video pengertian terorisme versi Pemerintah RI:

Bagikan :

Tambahkan Komentar