Pernyataan sikap Gerakan Warga Lawan Terorisme di Wahid Institute, Jakarta, Selasa (15/5/2018).(Foto/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN)
TABAYUNA.com - Gerakan Warga Lawan Terorisme mengutuk keras tindakan terorisme yang terjadi beberapa waktu terakhir. Gerakan tersebut terdiri dari tokoh lintas iman, lintas profesi, dan masyarakat adat. Salah satunya adalah Sinta Nuriyah Wahid, istri dari Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Baca: DPR Tak Selesaikan RUU Terorisme, Fadli Zon Malah Marah-marah

Gerakan Warga Lawan Terorisme terdiri dari 55 lembaga dan komunitas, termasuk di dalamnya adalah Komnas Perempuan, Komnas HAM, komunitas keagamaan, akademisi, dan komunitas budaya.

Gerakan ini juga didukung 20 tokoh masyarakat, seperti Sinta Nuriyah Wahid, Azyumardi Azra, Yudi Latif, Nia Dinata, Jajang C Noer, Hanung Bramantyo, Zaskia Mecca, Olga Lidya, dan Dennis Adhiswara.

Baca: Dikira Teroris, Santri di Simpanglima Semarang Berakhir Selfie dengan Brimob
Baca: Polisi Tangkap Dua Wanita Bercadar yang Mau Nusuk Polisi, 1 Asal Gemawang, 1 Asal Ciamis

"Rangkaian aksi kejahatan teror yang terjadi di Rutan Mako Brimob Depok hingga bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Rusunawa Sidoarjo, dan Polrestabes Surabaya Jawa Timur telah melampaui batas kemanusiaan," beber istri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid, yang hadir dalam pernyataan sikap di Wahid Institute, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Baca: Penguatan Lembaga Keagamaan Bisa Bentengi Terorisme
Baca: PBNU Kecam Tiga Bom Gereja di Surabaya, Ini Isinya


Gerakan Warga Lawan Terorisme menyatakan tekad bersama untuk melawan aksi terorisme. Sebab, aksi tersebut telah menghancurkan nilai kemanusiaan dan menyebarkan rasa ketakutan, serta memecah belah bangsa.

Gerakan tersebut juga mendukung penuh sikap aparat penegak hukum dan pemerintah untuk segera menghentikan teror dan menindak tegas para pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam aksi- aksi teror. Mereka juga mendorong pemerintah untuk memastikan pemulihan yang efektif kepada para korban dan keluarganya.

Pemerintah dan parlemen pun didesak untuk segera mengesahkan Revisi UU Antiterorisme. Ini adalah bagian dari sistem peradilan pidana yang didasarkan supremasi sipil dan sesuai prinsip-prinsip hak asasi manusia. (tb44/kmps).
Bagikan :

Tambahkan Komentar