Ilustrasi
Semarang, TABAYUNA.com - Sejumlah ahli ilmu komunikasi dan pakar ilmu hukum dari dua perguruan tinggi di Semarang, mendukung sikap Persatuan Wartawan Seluruh Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang yang menyesalkan terjadinya pelaporan wartawan serat.id  berinisial ZA ke kepolisian oleh Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Mereka memberikan penilaian tentang bobot pemberitaan tentang dugaan plagiasi Rektor Unnes, dan bagaimana seharusnya menyikapi masalah tersebut. Hak Jawab atau Hak Koreksi merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan tersebut.

Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Dr Turnomo Rahardjo kepada suarabaru.id menyatakan, pemberitaan serat.id tentang isu plagiasi itu menarik untuk dikaji. Terlepas dari "status" media yang bersangkutan, sepanjang aktivitas pemberitaannya memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik, yakni dilakukan dengan terbuka, peliputan dari dua sisi atau banyak sisi, hal itu patut dipahami sebagai ekspresi profesionalitas media tersebut.

“Media tersebut telah menjalankan fungsi kontrol sosial, karena isu plagiasi sangat berkaitan dengan kepentingan publik. Sekali lagi, dengan catatan bahwa pemberitaan dari media tersebut dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan atau akuntabel, dan data yang disampaikan dapat diverifikasi,” ungkapnya.

Reportase Komprehensif
Sementara itu, ahli Ilmu Komunikasi Undip lainnya, Triyono Lukmantoro menambahkan, liputan serat.id tentang dugaan plagiarisme itu merupakan upaya memenuhi hak publik untuk tahu (public right to know). “Memang benar telah ada sejumlah media yang melakukan liputan tentang kejadian ini, hanya serat.id berupaya menjalankan reportase secara komprehensif dan mendalam. Semua pihak yang berkaitan dengan peristiwa ini sudah dihubungi,” katanya dalam siaran pers yang diterima Tabayuna.com, Minggu (2/9/2018).

Triyono menegaskan, data yang relevan juga dipaparkan dalam liputan. Selain itu, karena liputan ini dilakukan oleh para jurnalis yang profesional, maka dia menilai tidak ada intensi dari serat.id untuk memojokkan pihak tertentu, apalagi keinginan untuk mencemarkan nama baik seseorang.

Dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), pakar Ilmu Komunikasi Trimanah berpendapat, media sosial media dan portal berita sejatinya berbeda rupa, meskipun keduanya sama-sama bermain di ranah maya atau digital. Apa yang disampaikan dalam media sosial umumnya bersifat subjektif - interaktif personal. Portal berita bersifat objektif - informatif, yang disampaikan sudah melalui fact finding sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga media lainnya. 

Oleh karena itu, menurut Trimanah, sajian di media sosial dan di portal berita tidak bisa disejajarkan begitu saja. Cara menyikapi keduanya, jika terjadi ketidaksesuaian sajian informasi yang disampaikan baik di media sosial maupun di portal berita juga berbeda. “Untuk portal berita, ada Dewan Pers yang bisa menengahi. Untuk media sosial, ada kepolisian yang bisa menindaklanjuti berdasarkan laporan pihak yang berkeberatan,” tuturnya.

Dia menilai, tulisan yang dibuat oleh kontributor atau jurnalis serat.id sudah sesuai dengan kaidah penulisan jurnalistik dan pempublikasiannya. Oleh karena itu, tidak tepat apabila kemudian pihak yang berkeberatan dengan tulisan jurnismenya melaporkan atau memidanakan penulisnya.

Pilar Penting Demokrasi
Sementara itu, pengajar di Fakultas Hukum Unissula, Dr Jawade Hafidz berpendapat, profesi wartawan merupakan salah satu pilar penting dalam kehidupan demokrasi. Melaksanakan tugas profesi kewartawanan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Maka wartawan wajib diberi ruang yang seluas-luasnya untuk melakukan investigasi berita dari siapa pun yang terkait dengan objek berita secara benar dan bertanggung jawab.

“Karena itu profesi wartawan tidak boleh dikriminalisasi. Jika ada pihak-pihak yang mengkriminalisasi wartawan, maka patut diduga tindakan tersebut dapat diketegorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi profesi wartawan, atau abuse of power yang termasuk perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata,” kata Jawade.

Dia meminta sengketa pemberitaan tersebut diselesaikan melalui mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi sebagai solusi terbaik. (TB33/HI).
Bagikan :

Tambahkan Komentar