Oleh Ahmad Aji Pangestu
Penulis adaah Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temangggung

Agama Islam tidak pasti pendalaman dan pemahaman terhadap satu hal itu sama, bahkan berbeda organisasi masyarakat pun pasti ada perbedaannya. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah dalam hal tradisi/adat Jawa yang dilestarikan oleh walisongo.

Tradisi-tradisi yang diciptakan walisongo memang tiada dalilnya di Nash, bahkan dapat disebut juga Bid’ah, akan tetapi Nahdlatul Ulama menyikapinya bahwa Bid’ah tidak selalu buruk dan salah, adakalanya malah dianjurkan untuk dilakukan. Banyak tradisi-tradisi peninggalan walisongo yang sekarang masih dilakukan, di antaranya Tradisi Tahlilan, Sadranan, Sholawatan, Yasinan, dan lain sebagainya.

Adat dan tradisi tidak lepas dari kebersamaan dan kekompakan, karena dalam melakukan tradisi tersebut tidak dipungkiri harus secara berkelompok dan rombongan. Berbeda dengan ibadah mahdloh seperti sholat, zakat dan lainnya yang tidak harus dilakukan secara bersamaan. Tradisi yang mendekati ke ibadah mahdloh yang dapat juga dilakukan adalah Tahlilan. Bacaan-bacaan dalam tahlilan juga tergolong hampir mirip dengan bacaan wirid setelah sholat, tetapi ada pengubahan yang tidak signifikan.

Dalam buku Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dijelaskan, bahwa tahlilan sendiri merupakan pengucapan lafaz Lailahaillallah yang dilakukan secara bersamaan serta dikhususkan bagi orang, baik sanak keluarga, teman dan sebagainya yang sudah meninggal agar segala amal ibadahnya dapat diterima di sisi Allah Swt. Selain itu, tahlilan merupakan satu tradisi di dalam masyarakat yang turun-temurun dan terus berkembang sampai sekarang serta pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan melantunkan bacaan dan lafaz untuk memuji dan beribadah kepada Allah Swt.

Tahlilan sebenarnya telah ada sebelum organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama berdiri, karena tahlilan ini merupakan tradisi budaya dari Ahlussunnah Wal Jamaah. Nahdlatul Ulama juga bersikeras untuk tetap menjaga paham dan aliran yang benar dan berlandaskan Ahlussunah Wal Jamaah.

Oleh karena itu, Nahdlatul Ulama berusaha agar para Nahdliyin di tanah air dapat melestarikan budaya-budaya Ahlussunah Wal Jamaah yang sekarang ini dalam keadaan genting dan harus dilestarikan, supaya budaya-budaya Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terealisasi di masyarakat Islam, terutama Nahdlatul Ulama.

Tahlilan mengajarkan banyak kebaikan dalam masyarakat. Salah satunya adalah meninggalkan hal yang tidak berfaedah dan menjalankan hal yang diridloi Allah Swt. Sebagai warga Islam, berkewajiban untuk mendakwahkan ibadah-ibadah tersebut kepada warga Islam lainnya agar mereka dapat merasakan ketenteraman hati dan ketenangan dalam beragama. Salah satu media untuk mendakwahkan ibadah tersebut adalah dengan mengadakan majelis ta’lim yang bertemakan tradisi tahlilan dan lain sebagainya.

Dalam masyarakat Nahdliyin, sudah tidak asing lagi mendengar kata tahlilan, karena tradisi ini masih dapat kita jumpai sampai sekarang. Biasanya tradisi tahlilan ini dilakukan satu Minggu sekali, satu bulan sekali dan lainnya.

Tahlilan ini juga menjadi satu wadah dalam berorganisasi di masyarakat Nahdliyin, seperti selapanan organisasi, tahlilan bergilir IPNU-IPPNU atau Ansor-Fatayat, agenda rapat organisasi Nahdlatul Ulama dan lain sebagainya. Tahlilan ini menjadikan satu penggerak dan pendukung dalam satu organisasi dan majelis zikir yang sering kita jumpai, khususnya Nahdlatul Ulama. Hampir di agenda tersebut pasti ada pembacaan Tahlilan, dan ini merupakan cerminan bagi Nahdlatul Ulama.

Tahlilan memiliki nilai religius yang tinggi dan jelas. Di dalamnya merupakan bacaan yang isinya sendiri adalah bacaan-bacaan yang mengandung banyak sekali kalimat bertema mengagungkan dan berdoa kepada Allah Swt. Oleh karena itu, tahlilan ini tepat dilaksanakan untuk meminta hajat kepada Allah Swt. dan mendoakan kerabat yang telah meninggal agar selamat di dunia dan akhiratnya.

Kekurangan dari materi di buku ini adalah ada deskripsi materi yang belum mudah dipahami karena kata-kata yang di dalamnya masih bersifat tekstual apa adanya. Selain itu, penjabaran juga ada yang berbeda dari subtema tercantum.

Kelebihan dari materi di buku ini adalah urutan dari penyampaian tradisi ini sudah tepat dan rapi, serta penataan kalimat penjelas dari pokok pembahasan sudah runtut dan tidak teracak-acak dalam penyampaiannya.

Biodata Buku:
Nama Penulis: Tim PAI 1 A STAINU Temanggung
Nama Editor: Hamidulloh Ibda
ISBN: 978-602-50566-4-2
Penerbit: Forum Muda Cendekia
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: Pertama, Januari 2019
Tebal: 21 x 14 cm, xiii + 260 halaman
Harga: Rp. 60.000,-
Bagikan :

Tambahkan Komentar