Judul Buku  : Pendidikan KEWARGANEGARAAN NKRI harga Mati
Penulis.       : TGS. Prof. Dr. K.H. Saidurrahman, M.Ag., Dr. H. Arifinsyah, M.Ag.
Editor.        : Endang Wahyudin
Penerbit.    : KENCANA (Divisi dari PRENADAMEDIA group)
Cetakan.    : September 2018
Tebal buku : 15*23 cm
Xvi, 218 hlm
NOISBN.       : 978-602-422-333-5
NOISBN (E)  : 978-602-422-769-5
Peresensi     : Nabilatus sarokha
Mahasiswi UNISMA prodi Ilmu Administrasi Negara E Semester 1

Oleh : Nabilatus Sarokha

Buku yang berjudul Pendidikan KEWARGANEGARAAN NKRI harga Mati merupakan buku tentang Pengetahuan dan Pendidikan tersusun menjadi 9 bab yaitu : pengertian dan objek pembahasan pendidikan kewarganegaraan, pancasila zaman berzaman, identitas nasional dan masyarakat madani, demokrasi indonesia, hak dan kewajiban warga negara, konstitusi diindonesia, hak asasi manusia(HAM), good governance tanpa korupsi, NKRI harga mati perspektif islam.

Sejak Indonesia merdekasampai saat ini, pendidikan kewarganegaraan tetap penting dan memerlukan kajian yang serius dan mendalam. Di samping itu, isu dan wacana penguatan kelembagaan negara dalam kerangka perwujudan Indonesia yang demokratis terus menguat. Format konstitusionalisme Indonesia tengah ditata dan meniscayakan peran aktif seluruh komponen bangsa .

Memang terkadang kecemasan dan keprihatinan berbangsa mencuat akibat dari beragam praktik penyalahgunaan kekuasaan dan teriakan minusnya peran negara dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM sebagai mandat konstitusi dan unsur penting dalam prastis demokrasi konstitusional. Salah satu ajakan menarik memperkuat solidaritas keindonesiaan kita adalah membumikan empat pilar kehidupan berbangsa : Pancasila, UUDNRI tahun 1945, NKRI dan Bhineka tunggal ika  merupakan khazanah sekaligus modalitas bangsa indonesia.

Kini soliditas kebangsaan kita sedang menghadapi ujian berat. Selain disparitas ekonomi yang semakin timpang dan berimplikasi pada akses pelayanan publik dan keadilan, pragmatisme berwajah sektarian juga semakin menggejala kuat bahkan menjurus pada gerakan separatisme merupakan persoalan penting yang mesti dihadapi. Oleh karena itu, desakan untuk menggulirkan empat pilar adalah bentuk usaha sadar penguatan kembali napas kehidupan berbangsa dalam merawat keindonesiaan yang majemuk, modern, dan berperadaban. Disadari bahwa konstruk nasional melalui empat pilar tersebut akan mampu menjembatani diskrepansi kepentingan dan sekaligus mengagregasi dan mengokohkan nasionalitas keindonesiaan anak bangsa. Sekali lagi, disini pentingnya pendidikan kewarganegaraan untuk memantapkan sisi, misi, dan persepsi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berdemokrasi dan selanjutnya mengaitkannya dengan modalitas kebangsaan dalam mengokohkan ketahanan nasional Indonesia.

Diperlakukan penyegaran pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan untuk menangkal berjangkitnya beragam ancaman ekstremisme. Dengan menguatkan nilai-nilai ketuhanan yang berkebudayaan, kebangsaan yang berperikemanusiaan serta demokrasi permusyawaratan yang berorientasi keadilan sosial, Indonesia akan mampu menghadapi perkembangan baru dengan suatu visi global yang berkearifan lokal.

Tinggal masalahnya, bagaimana memperdalam pemahaman, penghayatan, dan kepercayaan akan keutamaan nilai-nilai yang terkandung pada empat konsensus  nasional dan kesalingterkaitannya  satu sama lain, untuk kemudian diamalkan secara konsisten disegala lapis dan bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keluhuran yang terkandung pada nilai-nilai  pancasila sebagai dasar dan haluan bernegara terus diimpikan tanpa kemampuan untuk membumikannya, kepedulian terhadap pancasila berhenti sebagai komedi omongan, yang tingkat kedalamannya hanya sampai ditenggorokan. Kadar pembumian pancasila hanyalah berayun dan seremoni penataran P4 (Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila) ke seremoni sosialisasi P4 (Empat pilar), tanpa kekayaan metodologi dan perluasan imajinasi pematrian nilai-nilai pancasila itu dalam pembentukan karakter bangsa.

Pancasila adalah dasar persatuan dan kemajuan kebahagiaan. Selama kita belum bisa membumikan nilai pancasila dalam kehidupan nyata, selama itu pula bangsa Indonesia tidak akan dapat meraih kemajuan kebahagiaan yang diharapkan. Radikalisasi Pancasila merupakan suatu kemestian, betapapun hal itu merupakan pekerjaan yang sulit disuatu negeri yang dirundung masalah. Namun, dengan semangat gotong royong yang menjadi nilai inti pancasila, kesulitan itu ditanggung bersama.

Dalam membangkitkan semangat itu, diperlukan kepemimpinan yang dapat memulihkan kembali  kepercayaan warga pada diri dan sesamanya. Kekuasaan digunakan untuk menguatkan solidaritas nasional dengan memberi inspirasi kepada warga untuk mencapai kemuliaannya dengan membuka diri penuh cinta pada yang lain. Warga menyadari pentingnya keterlibatan dalam kehidupan publik untuk bergotong royong merealisasikan kebijakan bersama. Bersama dalam keragaman dalam mewujudkan kemajuan masa depan yang lebih gemilang bingkai NKRI. NKRI harga Mati.

Kelebihan dan Kekurangan
Kekurangan dalam buku ini yaitu tidak cocok dibaca oleh kalangan remaja karena didalamnya terdapat banyak istilah-istilah yang hanya bisa dipahami oleh kalangan mahasiswa dan dosen, buku ini kurang memberikan kepemahaman untuk pembaca yang masih pemula dan menyebabkan pesan tidak tersampaikan dengan baik.

Selain memiliki kekurangan, adapun kelebihan buku ini yaitu memberikan informasi atau pelajaran yang sangat detail dan terperinci mengenai setiap bab yang termuat dalam buku. Dari tata letaknya kita dapat mencermati bahwa buku ini disusun dengan cermat karena dipenuhi oleh ilustrasi yang mendukung penjelasan penulisnya.

Bagikan :

Tambahkan Komentar