Temanggung, TABAYUNA.com - Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dilarang alergi atau anti terhadap sains atau ilmu pengetahuan barat. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam kegiatan beragama, sains barat sangat dibutuhkan. 


Hal itu diungkapkan dosen STAINU Temanggung Hamidulloh Ibda saat menjadi pemateri dalam forum Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII Cabang Temanggung di SMP Jam'iyyatut Tholibin Desa Wadas, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jumat (25/12/2020).

"Kita mau menentukan arah kiblat butuh kompas, kita mau haji sangat butuh pesawat terbang, kalau anti sains dan teknologi ya sudah sana pergi haji jalan kaki, kalau melewati laut ya nglangi (berenang)," kelakar Mabimkom PMII Komisariat Trisula STAINU Temanggung tersebut.

Bahkan, kata dia, hari ini semua aktivitas keagamaan harus menggunakan produk teknologi lewat media sosial, media siber, dan media baru seperti Youtube. "Sekarang ngaji lewat Youtube, Misa Natal lewat Youtube, lalu kok kita menolak teknologi barat itu ya paradoks," tegas Koordinator Gerakan Literasi Ma'arif LP. Ma'arif PWNU Jawa Tengah tersebut.

Dalam MAPABA yang diikuti mahasiswa AKPER Al-kautsar dan STAINU Temanggung yang bertajuk "Menyiapkan Mu'taqid Muda yang Berlandaskan Nilai Nilai Ahlussunah Waljamaah" itu, ia menjelaskan pada dasarnya ada empat potensi sains dan Islam atau agama jika disandingkan.

Ibda mengutip pendapat Ian Graeme Barbour dalam bukunya Issue in Science and Religion. Menurut Barbour, ada empat potensi agama dan sains ketika disandingkan. "Pertama adalah konflik. Dalam konteks ini, agama dan sains sangat susah bersatu. Paradigma ini berpandangan seorang ilmuwan tidak akan begitu saja percaya pada kebenaran sains. Agama dinilai tidak mampu menjelaskan dan membuktikan kepercayaannya secara empiris dan rasional," tegas dia.

Seperti contoh, fenomena covid-19 hari ini, Anda seolah-olah tidak bertuhan dan ateis karena takut terkena virus itu. "Maka yang menang adalah produk sains dengan produk kesehatan ala WHO yang mengharuskan orang memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Padahal mau pakai masker atau tidak, ketika orang itu sakit ya sakit," beber penulis buku Filsafat Umum Zaman Now tersebut.

Potensi kedua, kata Ibda, adalah independen. "Paradigma kedua ini intinya agama dan sains memiliki wilayah yang berbeda dan berdiri sendiri, maka tidak perlu adanya dialog antara agama atau Islam dengan sains itu sendiri," beber Kaprodi PGMI STAINU Temanggung tersebut.

Ketiga adalah dialog. "Paradigma ini intinya ada relevansi, persenyawaan sama antara sains dan agama, sehingga keduanya bisa didudukkan bersama untuk saling mendukung, berdiskusi, menguatkan dan mempengaruhi untuk membicarakan problem kehidupan," lanjut dia.

"Keempat adalah integrasi. Paradigma ini menyatakan bahwa agama dan sains dapat menyatu dan berpadu menyelesaikan masalah kehidupan. Dan integrasi inilah yang paling banyak dipilih, karena secara hakikat agama dan sains itu bisa dinikahkan," papar penulis buku Dosen Penggerak Literasi tersebut.

Dari keempat potensi itu, Ibda menjelaskan bahwa banyak perguruan tinggi mengembangkan model paradigma keilmuan integrasi daripada pengilmuan Islam atau islamisasi ilmu pengetahuan. "Agama dan sains itu satu tarikan nafas, maka kita jangan anti barat. Saya mengutip prinsip hidup Jawa digawa, Arab digarap dan Barat diruwat," beber pengurus FKPT Jateng tersebut.

Islam sendiri, kata Ibda, sangat mengutamakan akal. "Rumusnya adalah agama itu persoalan akal. Tidak beragama bagi mereka yang tidak menggunakan akalnya. Dalam Alquran juga banyak perintah Allah kepada manusia untuk berpikir dan menggunakan akal. Seperti afala tatafakkarun, afala yatafakkarun, afala ta'qilun dan lainnya," beber Ibda.

Dijelaskan Ibda, sudah seharusnya kader PMII harus menguasai agama dan sains. "Jangan hanya sains saja yang Anda kuasai, jangan pula agama saja yang Anda dalami. Tapi harus keduanya. Seperti kata Albert Einstein yang mengatakan religion without science is blind, science without religion is lame," lanjut dia.

Ia juga mengajak para kader PMII untuk mendalami ayat-ayat qauliyah dan kauniyah seperti contoh fenomena corona hari ini. "Di NDP PMII itu diajarkan bahwa kita harus dapat mengolaborasikan hablumminallah, hablumminannas, dan hablumminallam. Ini membuktika bahwa kita harus beragama lewat zikir, bersains lewat pikir, dan beramal lewat amal saleh. Sebab, sebaik-baiknya agamawan dan ilmuwan adalah yang bermanfaat bagi manusia dan alam. Maka harus dipegang teguh prinsip zikir, pikir dan amal saleh," tukas dia. (Tb55/Wahyu Egi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar