Manggarai Barat, TABAYUNA.com- Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, S.E, M.M., menegaskan bahwa ciri orang radikal itu sensitif. Hal itu ia ungkapkan dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) ke-VIII di Hotel Laprima Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu malam (3/3/2021).


"Sikap radikal itu cirinya sensitif, dan temperamen. Apalagi dengan orang nonmuslim, kafir, pasti mudah dikafir-kafirkan," katanya.

Di sisi lain ciri mereka juga indisipliner dalam urusan kenegaraan. "Selain indisipliner, mereka juga insubordinasi, melawan pimpinan," lanjut dia.

Pihaknya juga menegaskan bahwa orang radikal itu militan tapi tidak mau ditangkap. "Ideologi radikal itu bisa hilang kalau tergantikan dengan ideologi lain selain ideologinya. Kalau tidak seperti itu ya susah hilang," lanjutnya.

Misal jika ada napiter, lanjut dia, kok ideologi masih Wahabi, maka ia susah hilang. "Hanya terkurangi, bukan hilang," tegas dia.

Menurut pengalamanya, ideologi yang dapat menghilangkan ideologi teror itu tasawuf, bukan sekadar syariat saja.

Menurut dia, dalam berislam tidak boleh parsial dan harus lengkap. Mengaplikasikan enam rukun iman, lima rukun Islam dan juga ihsan.

Dijelaskan dia, untuk menjadi muslim yang kaffah, paham tasawuf dan beragama tidak sekadar syariat saja, diperlukan mendalami agama lewat perantara kiai atau guru yang jelas.

"Ideologi itu bisa jelas ketika ada gurunya, kiainya juga jelas. Bukan hanya guru syariat tapi juga guru dalam tasawuf. Misal ada muallaf, kita lihat ustaznya. Kalau ustaznya radikal ya ia jadi radikal. Kalau ustaznya intoleran maka ya jadi intoleran. Kalau ustaznya rahmatallillamin ya ia jadi rahtamallillamin, moderat," jelasnya.

Menurutnya, radikalisme dan terorisme itu pandemi yang disebabkan oleh virus ideologi radikal. "Kalau virus radikalisme disebar ke institusi atau lembaga negara, maka menjadi wabah negara," bebernya dalam penutupan yang dihadiri perwakilan Gubernur NTT, Bupati Manggarai Timur dan sejumlah tamu undangan tersebut.

"Ideologi radikal itu memanipulasi agama. Cassingnya agama, ritualnya agama, tapi sejatinya adalah penyakit spiritual, karena mereka kering spiritualnya. Ritual agama kuat tapi spiritualnya lemah dan kering. Tak heran jika mereka intoleran dan isinya sebenarnya bermisi politik. Jangan heran juga banyak teroris saya temukan banyak yang hafal Alquran, kuliahnya juga Timur Tengah," bebernya.

Pihaknya juga menjelaskan indikator terorisme bertopeng agama. "Terorisme itu tindakannya. Radikalisme itu fahamnya atau fase menuju terorisme. Semua teroris pasti bersifat intoleran. Tapi tidak semua radikalisme itu menuju terorisme. Tapi kalau terorisme itu pasti radikal," tandas dia.

Dijelaskan olehnya, bahwa radikal terorisme itu ada di semua agama. Bukan pada agama tertentu dan itu ada di setiap jiwa manusia.

"Terorisme itu extraordinary crime dan dapat dilakukan siapa saja. Bukan mengerucut pada agama tertentu. Kebetulan saja di Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Padahal tidak demikian. Karena terorisme dapat terjadi di mana saja dan di mana saja," beber dia. (Tb33/Hi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar