Oleh Anisa Nurul Shanti Kusuma Wardani

Mahasiswa Ekonomi Syariah INISNU Temanggung

 

Ekonomi konvensional dalam melihat antara kebutuhan dan keinginan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang sedang membutuhkan makan karena perutnya lapar,akan mempertimbangkan beberapa keinginan dalam memenuhi kebutuhannya tersebut. Misalnya ketika seseorang membutuhkan masakan rendang padang di Jakarta maka seseorang tersebut pergi kerumah makan padang. Keinginan seseorang akan sangat berkait erat dengan konsep kepuasan. Dunia berkembang secara dinamis,terus menerus berubah tanpa ada yang bisa mengontrol gerak lajunya. Perkembangan yang dimaksud kini memasuki era dimana dunia terasa semakin kecil,dunia menjadi sebuah desa global,dimana segala macam informasi,modal dan kebudayaan bergerak secara cepat,tanpa halangan batas-batas kedaulatan.

Agama islam ditandai oleh difat komprehensif yang menguasai semua aspej kehidupan pemeluknya,tidak membedakan urusan dunia dengan urusan akhirat. Imam al-ghazali kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukannya dalam rangka mempertahankan kalngsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya jauh lebih pentingnya niat dalam melakukan konsumsi hingga tidak kosong dari makan ibadah. Konsumsi dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. menghindari pemeluknya dari bahaya dikotomi atau pemisahan antara apa yang religious dan kontemporer yang disebut juga sebagai sekularisme. Dan tidak mendikotromikan masyarakat golongan kaya dan golongan miskin. Dalam istilah yang popular belakangan ini disebut juga islam Hadhari,yakni islam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,secara kaidah dan amaliyah bagi setiap muslim. Sementara bagi yang non muslim juga bisa menerapkan amaliyahnya saja tanpa harus menerima konsep normatifnya.

Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kedapa Allah SWT. sesungguhnya mengonsumsi sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah SWT. akan menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengan manusia mendapatkan pahala. . Konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran kebahagiaan seseorang diukur dengan tingkat kemampuannya dalam mengkonsumsi. Konsep konsumen adalah raja menjadi arah bahwa aktivitas ekonomi khususnya produksi untuk memnuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan kadar relatifitas dari keinginan konsumen, dimana Al-quran telah mengungkapkan hakekat tersebut. Dalam ekonomi konvensional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utikitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang hedonistic materialistic serta boros (wastefull). Karena rasionalisme ekonomi konvensional adalah sefl interest, perilaku konsumsinya juga cenderung individualistic sehingga seringkali mengabaikan keseimbangan dan keharmonisan sosial.

Menangkap semangat yang ingin ditawarkan Alquran, tampak terlihat bahwasannya Alquran menggeser motif konsumsi manusia dari yang berdasarkan keinginan (want) kepada kebutuhan (need). Seseorang berkonsumsi karena ingin memenuhi keinginannya sehingga dapat mencapai kepuasan maksimal. Tentu saja islam menolak perilaku manusia yang selalu ingin memenuhi segala keinginannya karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan terhadap keinginan dan keinginan yang buruk sekaligus(ambivalen-al-izhiwajiyah). Keinginan manusia semua didorong oleh sesuatu kekuatan yang ada dalam diri manusia (inner power) yang bersifat pribadi dan karenanya seringkali berbeda dari suatu orang dengan orang lain (subyektif). Keinginan seringkali tidak selalu sejalan dengan rasionalitas, karenanya bersifat tak terbatas dalam kuantitas maupun kualitasnya. Kekuatan dari dalam ini disebut jiwa atau hawa nafsu (nafs) yang memang menjadi penggerak utama seluruh perilaku manusia.

Dengan demikian,terdapat perbedaan yang sangat jelas konsep konsumsi didalam ekonomi konvensional dengan apa yang ada didalam ekonomi islam. Jika didalam ekonomi konvensional tujuannya adalah mencari utility(kepuasan) yang sangat subyektif,sedangkan didalam ekonomi islam tujuannya adalah maslahah atau kemanfaatan yang bersifat obyektif. Oleh sebab itulah, didalam konsep islam dikenal lima prinsip dalam konsumsi. pertama,prinsip keadilan. Kedua, prinsip kebersihan. Ketiga,prinsip kesederhanaan. Keempat, prinsip kemurahan hati. Kelima,prinsip moralitas. Jelaslah bahwa dalam perspektif Ekonomi Syariah,konsumsi pada hakikatnya adalah manifestasi dari pengabdian kepada Allah. Tidak kalah menariknya,pada aspek lain,konsumsi dalam ekonomi syariah bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan individu sebagai konsumen dalam rangka memenuhi perintah Allah,tetapi lebih jauh berimplikasi terhadap kesadarn berkenaan dengan kebutuhan orang lain. Oleh karenanya dalam konteks adanya keizinan untuk mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh Allah,sekaligus terpikul tanggung jawab untuk memberikan perhatian terhadap keperluan hidup orang-orang yang tidak punya,baik yang tidak meminta (alqani), maupun yang meminta (almu’tar),bahkan untuk orang-orang yang sengsara (al-bais) dan fakir miskin.

Demikianlah ajaran konsumsi didalam alquran. Alquran tidak hanya menganjurkan kita untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari namun tetapi harus memperhatikan kebutuhan kita. Bukan sekedar memenuhi apa yang diinginkan. Tidak kalah menariknya,al quran juga telah menggariskan etika konsumsi yang sangat agung. Jika ajaran konsumsi alquran diikuti maka apa yang kita konsumsi tidak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan kita sendiri namun juga akan memberi kemaslahatan bagi orang lain.

 

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar