Oleh Uzlifatul Musayyaroh

Mahasiswa Ekonomi Syariah

INISNU Temanggung

Bicara tentang ekonomi tak akan ada habisnya. Ekonomi memiliki ruang lingkup dan cakupan yang begitu luas, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dalam lingkup mikro saja, banyak hal yang bisa dibahas. Salah satunya adalah monopoli dan persaingan usaha.

Persaingan dalam dunia bisnis merupakan suatu dinamika tersendiri yang tidak dapat dihindari. Bagi beberapa pebisnis, persaingan berkonotasi negatif karena bisa mengancam bisnis karena takut akan berkurangnya profit atau konsumen lebih memilih harga rendah dari pesaing. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Persaingan yang sehat dapat memberikan hal yang baik bagi pebisnis, pesaing itu sendiri dan bahkan para pelanggan.

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentrasi ditangan segelintir kelompok sehingga dapat menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi. Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan ditangan individu adalah sesuatu yang diperbolehkan. Namun demikian ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan praktek-praktek monopolistik yang merugikan, maka adalah tugas dan kewajiban negara untuk melakukan intervensi dan koreksi.

Pasar Monopoli merupakan suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu produsen yang menguasai pasar. Dengan kata lain satu penjual menguasai segala jenis penawaran. Seseorang yang menguasai pasar monopoli disebut monopolois. Persaingan usaha dapat menguntungkan konsumen dalam mendapatkan kualitas layanan yang lebih baik. Perusahaan tidak dapat mengalahkan pesaing hanya karena harga tapi layanan berkualitas juga merupakan fokus utama dalam mempertahankan pelanggan. Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang yang akan di perjual belikan. Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang di miliki oleh pihak lain maka salah satu pihak akan merasa di rugikan dan terjadi kecurangan atau penipuan. Disaat konsumen mengalami kesulitan dalam menilai mutu produk-produk yang ditawarkan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka harga akan menjadi suatu acuan atau ukuran.

Persaingan usaha yang tidak terkendali akan menumbuhkan terjadinya praktek monopoli sebagai suatu sistem yang berlawanan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha itu sendiri. Eksistensi monopoli dalam suatu kegiatan ekonomi dapat terjadi dalam berbagai jenis, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan perekonomian masyarakatnya. Oleh karena itu, pengertian masing-masing jenis monopoli perlu dijelaskan untuk membedakan mana monopoli yang dilarang karena merugikan masyarakat dan mana yang memberikan kontribusi positif bagi kesejahteran masyarakat.

Terdapat beberapa bentuk monopoli diantaranya yang pertama Monopoli terjadi sebagai akibat dari superior skil, yang salah satunya dapat terwujud dari pemberian hak paten secara ekslusif oleh negara. Kedua Monopoli terjadi karena amanah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 menghendaki negara untuk menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak yang termaktub dalam pasal 51 UU nomor tahun 1999. Ketiga Monopoli karena historical accident dikatakan demikian, monopoli terjadi secara alamiah, tidak sengaja dan berlangsung karena proses alamiah.

Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan aktifitas baik produksi maupun pemasaran atau penjualan barang dan jasa yang dilakukan dengan cara mengabaikan nilai-nilai kejujuran, melawan hukum dan penetapan harga dengan cara yang dzalim, ini merupakan bagian gejala pasar yang tidak sehat. Pasar yang sempurna adalah produsen maupun konsumen mempunyai pengetahuan yang mapan terhadap harga dari berbagai aspek antara lain utilitas, kualitas, dan metode produksi dari barang yang ada di pasar tersebut.

Sebelum diberlakukan peraturan perundang-undangan terkait dengan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, syari’ah telah menetapkan beberaapa prinsip dasar larangan transaksi yang mengandung unsur keharaman baik dari aspek zatnya (haram li dzaatihi) maupun dari aspek lainnya (haram li ghairihi) yang berhubungan dengan perilaku usaha. Namun terdapat beberapa contoh prinsip dasar larangan usaha tidak sehat yakni Riba, Tadlis, Taghrir.

Pertama, Riba. Secara bahasaberarti tambahan (ziyadah). Dengan kata lain, riba artinya tumbuh dan membesar. Sedangkan secara terminologi riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil. Jumhur ulama praktek riba dapat terjadi dalam akad hutang piutang maupun jual beli. Termasuk kategori riba hutang piutang, meliputi riba qard dan riba jahiliyah. Sedangkan termasuk riba jual beli adalah riba fadhl dan riba nasi’ah.

Kedua, Tadlis (menyembunyikan cacat barang). Dalam setiap transaksi bisnis harus didasarkan pada prinsip keridhaan. Agar tidak merusak keridhaan, maka kedua belah pihak harus mempunyai informasi yang sama terhadap objek akad. Ketidaktahuan salah satu pihak terhadap objek aqad akibat adanya aib yang sengaja disembunyikan disebut dengan tadlis. Dengan kata lain, tadlis ialah menyembunyikan objek akad dari keadaan sebenarnya sehingga merugikan salah satu pihak. Penipuan tersebut dapat terjadi pada transaksi bisnis dalam hal ketidakjelasan kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.

Ketiga, Taghrir (ketidakpastian) berasal dari kata bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, resiko, bencana, ketidakpastian, dsb. Dalam ilmu ekonomi taghrir ini lebih dikenal sebagai ketidak pastian atau risiko. Sebagai istilah dalam fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi, atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apaakibatnya atau memasuki kanca resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.

Persaingan usaha seringkali memberikan dampak pada pelaku usaha baik dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari persaingan usaha dapat mendorong pemanfaatan sumber daya ekonomi secara efisien, merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan konsumen, proses produksi dan inovasi teknologi, memberi kesempatan pada konsumen untuk melakukan pilihan produk atau jasa dengan harga yang wajar. Sedangkan dampak negatif jika persaingan usaha dilakukan secara bebas dan tidak wajar serta tidak dikelolal secara baik, maka dapat berpotensi tumbuhya persaingan yang tidak sehat dan dapat merugikan pelaku usaha lain dan konsumen dan menumbuhkan terjadinya praktek monopoli sebagai suatu sistem yang berlawanan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha itu sendiri

 

 

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar