Semarang, TABAYUNA.com
– Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah Mu’ammar, berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Transmisi Ilmu Falak Di Jawa Abad XIX-XXI” pada Selasa (28/12/2021). Muammar berhasil mempertahakan disertasi itu di hadapan dewan penguji yaitu Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag., Dr. H. M. Sulthon, M.Ag., Prof. Dr. H. Muslich, MA., Dr. H. Ahmad Izzudin, M.Ag., Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, Drs. H. Slamet Hambali, M.S.I., Dr. H. Muhyar Fanani, M.Ag., dan Dr. Rokhmadi, M.Ag., pada Program Doktor Studi Islam Pascasarjana Universitas Negeri Walisongo Semarang.


Dalam latar belakang masalah yang diangkat, Muammar menjelaskan bahwa kajian tentang transmisi ilmu falak di Jawa secara mendalam khususnya terkait dengan kronologis secara sistematis belum tersedia. Sejumlah buku dan tulisan ilmiah baru merupakan potongan informasi yang belum terformulasikan dalam urutan rentang waktu beserta tokoh, karya, maupun ciri khasnya. “Karena itu, penelitian tentang transmisi ilmu falak sejak awal kemunculannya di Jawa hingga era kekinian penting dilakukan,” beber dosen STIT Pemalang tersebut. 


Berdasarkan pemikiran tersebut disertasi ini, Muammar meneliti tentang transmisi ilmu falak di Jawa abad XIX-XXI, pola perkembangannya, dan fase-fase perkembangan ilmu falak abad XIX-XXI. “Di samping itu juga diteliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan ilmu falak tidak begitu pesat,” ungkap dia.


Dijelaskannya, bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi ilmu falak di Jawa XIX-XXI bermula dari Syekh Abdurrahman al-Mishri yang datang di Betawi pada abad XIX.  Ia kemudian mengajarkan ilmu falak kepada para murid utamanya. Oleh para murid utamanya ini kemudian lahir karya-karya ilmu falak sehingga ilmu falak diajarkan melalui sejumlah kitab ilmu falak yang secara sanad keilmuan berasal dari Syekh Abdurrahman al-Mishri. Di samping mendapatkan jalur sanad dari Syekh Abdurrahman al-Mishri, mata rantai ilmu falak di Jawa juga diperoleh melalui Syekh Tahir Jalaluddin dan Syekh Djamil Djambek yang mendapatkan sanad ilmu dari Syekh Huasain al-Mishri, penulis kitab Al-Maṭla’  al-Sa’id .  


“Pola perkembangan ilmu falak di Jawa dilakukan melalui penulisan kitab, pengajaran di lembaga pendidikan, komunitas ilmu falak dan pengembangan aplikasi serta peralatan.  Penulisan kitab falak dilakukan para ulama ilmu falak di Jawa yang dimulai pada tahun 1901, yakni oleh KH. Ahmad Dahlan as-Samarani. Kemudian pola transmisi melalui ilmu falak melalui lembaga pendidikan dilakukan oleh pondok pesantren yang mengkaji ilmu falak dan yang memberikan porsi mata pelajaran falak. Juga sejumlah komunitas ilmu falak baik di perguruan tinggi maupun para ahli falak. Pola pengembangan berikutnya adalah melalui pengembangan peralatan dan aplikasi,” lanjut Muammar.


Menurut temuannya, fase perkembangan ilmu falak di Jawa abad XIX-XXI dibagi dalam empat fase yakni fase perintisan, fase formatif, fase pngembangan, dan fase digitalisasi. Fase perintisan sejak abad XIX yakni oleh Syekh Abdurrahman al-Mishri dan kegiatan rihlah ilmiah ulama Jawa ke haramaian dan Mesir; Fase formatif adalah fase penyusunan kitab-kitab ilmu falak oleh para ulama Jawa; Fase pengembangan adalah fase pengembangan ilmu falak dengan data astronomi modern seperti almanak nautika dan ephemeris; sedangkan fase terakhir adalah digitalisasi yakni pengembangan ilmu falak dalam aplikasi digital.


“Transmisi dan perkembangan ilmu falak relatif lambat di Jawa disebabkan oleh sejumlah faktor, yakni tradisi, kebijakan pemerintah, kelembagaan, dan sosiologis. Secara tradisi, bisa diketahui bahwa budaya rihlah ilmiah semakin memudar untuk memperdalam ilmu falak. begitu juga dengan mindset umat Islam bahwa ilmu falak hanya sebagai pelengkap atau salah satu aspek kecil dalam syarat beribadah yang secara umum sudah terwakili oleh para ahli falak. Faktor lain yang juga krusial adalah kebijakan pemerintah dalam menentukan arah perkembangan ilmu falak khususunya di Perguruan Tinggi Agama Islam yang sempat hilang dari Fakultas Syariah,” papar Muammar.


Keluarga besar Lembaga Pendidikan Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah mengapresiasi capaian salah satu pengurusnya tersebut. Disampaikan Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah R. Andi Irawan, harapan ke depan Dr. Muammar dapat menguatkan pendidikan di Ma’arif secara kelembagaan dan mutu khususnya dalam kurikulum di sekolah dan madrasah Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah. 



Andi berharap, Dr. Muammar ke depan dapat mengkorelasikan temuan disertasi ini di sekolah dan madrasah Ma’arif. “Disertasi ini mengangkat falak Jawa yang tentunya memiliki novelty menarik. Selain dapat diajarkan di kelas, anak-anak dan pelajar secara mandiri bisa mengetahui falak Jawa dan melakukan deteksi awal dan akhir Ramadan, misalnya. Maka ini menjadi bagian dari tawaran baru untuk pendidikan khususnya di bawah Ma’arif Jateng, bahwa falak Jawa layak dijadikan sebagai terobosan untuk mendidik anak-anak melek astronomi yang itu lahir dari Jawa, bukan mengimpor dari luar,” bebernya. (*)

Bagikan :

Tambahkan Komentar