Oleh: Prasetyo Hestina Anggraeni

Mahasiswa Ekonomi Syariah INISNU Temanggung 

Kekayaan sumber daya alam setiap negara berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain. Dan setiap negara memiliki ciri khas dan kekayaannya masing-masing. Oleh karena itu, sudah pasti sebuah negara tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri. Dan akan membutuhkan sumber daya dari negara lain yang memiliki keunggulan suatu produk yang dibutuhkan. Perbedaan keunggulan dan kemampuan memenuhi kebutuhan penduduknya inilah yang membuat sebuah negara harus membeli atau mengimpor produk dari negara lain.

Indonesia merupakan negara yang terkenal karena kekayaan akan sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi, tidak semua sumber daya tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Salah satunya dalam pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Tercatat oleh BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa angka impor minyak mentah Indonesia pada bulan Maret 2021 melonjak hingga 204,2% dari bulan sebelumnya. Lonjakan angka impor minyak ini terjadi lantaran Indonesia masih kekurangan pasokan minyak mentah. Sebagian besar, Indonesia mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi, dan sebagian lainnya adalah dari Nigeria, Australia, Aljazair, Iran, Amerika, dan Rusia.

Selanjutnya pada bulan Juli 2021 angka impor minyak dan gas berhasil ditekan dan turun. Penekanan nilai impor ini merupakan ekor dari penerapan PPKM Level 4. Yang mana mobilitas dan kegiatan masyarakat di sekitar tempat perdagangan ritel dan rekreasi menurun. Secara perhitungan bulanan, nilai impor minyak pada saat memang itu menurun, akan tetapi  menurut perhitungan tahunan tetap saja mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2020 silam.

Jika hanya dilihat dari segi ekonomi, dampak dari penekanan angka impor ketika dapat bertahan lama akan menguntungkan bagi keuangan negara. Karena memberi kesempatan bagi produk lokal untuk menunjukkan kemampuan bersaingnya. Akan tetapi jika yang dihadapi adalah menurunnya angka impor minyak maka akan sulit, kecuali sudah ada teknologi pengganti atau bahan bakar alternatif. Padahal, di Indonesia sendiri penggunaan sumber daya seperti minyak bumi dan gas masih mendominasi. Di mana kendaraan, mesin-mesin pertanian, hingga alat rumah tangga seperti kompor juga masih memanfaatkan sumber daya migas.

Penggunaan minyak bumi sebesar itu selain berdampak pada perekonomian negara juga berpengaruh pada kondisi lingkungan. Minyak bumi dan gas yang dipakai setiap harinya akan melepaskan karbon ke udara dan dapat menambah parahnya pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim ekstrem. Yang saat ini, perubahan iklim sedang menjadi topik hangat di setiap negara, tak terkecuali Indonesia sendiri. Untuk menghindari efek yang lebih panjang lagi, dunia dan Indonesia khususnya membutuhkan sebuah alternatif baru yang sudah dipertimbangkan secara ekonomi dan ramah lingkungan.

Berdasarkan dua pertimbangan ekonomi dan lingkungan tersebut, presiden Indonesia Joko Widodo mengusulkan agar mengganti energi minyak dan gas tesebut menjadi energi listrik. Menurutnya, pergantian dari energi minyak ke energi listrik ini akan menekan angka impor minyak Pertamina. Dan PLN juga mendapatkan keuntungan dari neraca pembayaran. Salah satu dari teknologi listrik yang paling dinantikan perkembangannya di Indonesia adalah mobil listrik. Dan bahkan presiden juga berharap terwujudnya penggantian terhadap kompor gas untuk menjadi kompor listrik.

Kendaraan listrik dinilai mampu menekan nilai impor BBM hingga 373 juta barel pada 2050 mendatang dan mereduksi emisi karbon yang menjadi perhatian dunia. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca untuk 2030 mendatang. Juga telah membuat target untuk angka kendaraan listrik hingga 15 juta unit dengan rincian jumlah 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik.

Masa transmisi dari penggunaan energi minyak dan gas menjadi energi listrik membutuhkan waktu yang tidak singkat. Prosesnya juga bertahap dengan target per sekian tahun. Apa lagi dengan melihat sisi lain di Indonesia yang bahkan belum mencapai kesejahteraan baik dari segi ekonomi maupun segi sosial secara merata. Di Indonesia juga ada beberapa daerah yang masih tergolong baru tersentuh listrik. Hal ini akan menjadi faktor penghambat dan tantangan bagi pemerintah ke dapannya. Masalah lain yang kemungkinan timbul setelah adanya transmisi ini adalah tercecernya peralatan yang sudah tak terpakai. Dan juga penggunaan listrik secara besar-besaran dalam satu harinya.

Selain bersiap menyambut teknologi baru tersebut, Indonesia juga harus bersiap dengan permasalahan barunya. Penggunaan listrik secara besar-besaran pada saat pemakaian dan saat isi daya kendaraan bisa jadi menimbulkan kontra terkait dengan lingkungan dan sebagainya. Yang sebenarnya masalah hemat listrik ini juga sudah sering kali digaungkan dari dahulu.

Bagikan :

Tambahkan Komentar