Oleh: Faizal Adyanto

Dunia kini berada dalam era yang disebut sebagai zaman serba modern—era di mana teknologi berkembang pesat, informasi melesat tanpa batas, dan hampir segala aspek kehidupan manusia terhubung dengan mesin dan jaringan digital. Di Temanggung sendiri, perubahan ini kian terasa. Mulai dari cara masyarakat bekerja, belajar, berbelanja, hingga berinteraksi sosial, semua telah mengalami pergeseran besar akibat modernisasi.


Hidup di zaman modern menawarkan banyak kemudahan. Teknologi digital telah memungkinkan masyarakat pedesaan sekalipun untuk mengakses informasi global hanya melalui ponsel pintar. Petani kini dapat mengetahui prakiraan cuaca, harga pasar, bahkan teknik pertanian terbaru dari YouTube atau grup WhatsApp. Anak-anak sekolah bisa belajar dari mana saja melalui aplikasi belajar daring. Bahkan pelaku usaha kecil bisa memasarkan produknya ke luar daerah melalui media sosial. Semua ini tentu membawa angin segar bagi kemajuan masyarakat.


Namun, di balik kemudahan tersebut, zaman modern juga membawa tantangan yang tidak ringan. Pola hidup serba instan sering kali membuat generasi muda kehilangan nilai-nilai kearifan lokal. Interaksi sosial tatap muka makin berkurang, digantikan dengan perbincangan lewat layar. Banyak orang lebih sibuk dengan dunia maya ketimbang menjaga silaturahmi di dunia nyata. Bahkan, tekanan hidup di era digital ini sering memicu kecemasan dan stres, terutama di kalangan remaja dan pekerja muda.


Modernisasi juga menuntut masyarakat untuk cepat beradaptasi. Mereka yang lambat belajar teknologi bisa tertinggal. Di Temanggung, misalnya, sebagian pelaku usaha tradisional mulai merasakan ketimpangan karena belum terbiasa memasarkan produknya secara daring. Hal ini menjadi peringatan bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan upaya peningkatan literasi digital yang merata bagi seluruh kalangan.


Oleh karena itu, hidup di zaman serba modern menuntut kita untuk bersikap bijak. Kita perlu memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti nilai-nilai luhur yang telah lama hidup dalam masyarakat kita. Kearifan lokal seperti gotong royong, sopan santun, dan semangat kekeluargaan tetap harus dijaga agar tidak tergerus oleh arus digitalisasi yang deras.


Masa depan masyarakat Temanggung, dan Indonesia secara luas, sangat tergantung pada bagaimana kita mengelola hidup di zaman modern ini. Apakah kita akan hanyut dalam kemudahan yang meninabobokan, atau justru bangkit menjadi masyarakat yang cerdas secara digital namun tetap berakar kuat pada nilai budaya?

Bagikan :

Tambahkan Komentar