TABAYUNA.com - Hukum tahlilan menurut Islam sebenarnya bisa Anda gali melalui kitab-kitab, pendapat ulama, kiai, atau buku-buku Islami modern dan juga bisa melalui sumber internet, Google. Tapi ingat, jangan sekali-kali membuka situs-situs atau media online milik Wahabi, jelas mereka pasti "membid'ahkan tahlil" bahkan mengkafirkan para pelaku tahlilan atau tahlil.

Wajib Baca: Hukum Asma Arto Menurut Pandangan Islam

Secara umum, tahlilan itu adalah budaya, bukan "ibadah mahzah" yang wilayahnya di rukun Islam, yaitu syahadat, salat, zakat, puasa dan haji. Jadi, tahlilan itu berada di wilayah ibadah muamalah karena ia bukan ibadah mahzah.

Selain itu, tahlilan juga tradisi yang dulu diwariskan Walisongo kepada para muslim di Nusantara ini agar selalu mengingat mati, ajang silaturahmi dan juga bersedekah. Tapi diingat, bahwa tahlil bukan kewajiban. Namun dari berbagai pendapat ulama, ada yang mengatakan wajib, sunnah dan makruh. Kalau yang mengatakan, berarti ia tidak pernah mondok dan ngaji dengan kiai.

Lihat Juga Vide Tawassulan dan Tahlil Lengkap di Bawah Ini:


Yang sering dekat dengan tahlil adalah nahdiyin. Ya, Nahdlatul Ulama (NU) dengan jamaahnya nahdiyin dari dulu selalu "nguri-nguri" tradisi Islam khas Nusantara yang itu menjadi ajaran Walisongo dengan pendekatan budaya.

Pada Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926 mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan kematian adalah bid'ah yang hina namun tidak sampai diharamkan dan merujuk juga kepada Kitab Ianatut Thalibin.

Baca juga: Alhamdulillah, Muhammadiyah Sekarang Anjurkan Tahlilan, Ini Buktinya!

Namun nahdiyin generasi berikutnya menganggap pentingnya tahlilan tersebut sejajar (bahkan melebihi) rukun Islam/Ahli Sunnah wal Jama’ah. Sekalipun seseorang telah melakukan kewajiban-kewajiban agama, namun tidak melakukan tahlilan, akan dianggap tercela sekali, bukan termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah.

Wajib baca: Hukum Investasi Dana Haji Untuk Infrastruktur Menurut Kemenag

Asal Hukum Tahlil itu Makruh
Menurut maklumat NU tempoe doeloe (terlampir seperti di foto) bahwa tahlilan itu hukumnya makruh. Dan salah satu pendekar NU yang sangat dipuja (Idrus Ramli) juga mengakuinya seperti yang beredar di Youtube dan berbagai video di medsos.

Bila di antara saudara kita menghadapi musibah kematian, hendaklah sanak saudara menjadi penghibur dan penguat kesabaran, sebagaimana Rasulullah memerintahkan membuatkan makanan bagi keluarga yang sedang terkena musibah tersebut, dalam hadits:

“Kirimkanlah makanan oleh kalian kepada keluarga Ja'far, karena mereka sedang tertimpa masalah yang menyesakkan”.(HR Abu Dawud (Sunan Aby Dawud, 3/195), al-Baihaqy (Sunan al-Kubra, 4/61), al-Daruquthny (Sunan al-Daruquthny, 2/78), al-Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi, 3/323), al- Hakim (al-Mustadrak, 1/527), dan Ibn Majah (Sunan Ibn Majah, 1/514)

Kita nggak usah pakai dalil-dalilan. Kalau menurut Cak Nun, apa saja itu boleh asal tujuannya baik. Sekarang lebih baik mana, orang sholat tapi setelah sholat mengafirkan orang, dengan orang tahlilan, mengirim doa, tawasulan, juga memberi makanan kepada orang?

Hukum asalnya memang tidak wajib, tapi ingat, kaidah usul fikih "al hukmu yazurru ma'a illatihi, wujudan au adaman".

Wajib Baca: Apakah Islam Nusantara Sesat?

Di sini perlu ditegaskan, tahlil tiap hari itu boleh. Jangankan kok hanya mitoni, nyatus atau nyewu, tiap hari itu boleh. Wong tahilil itu intinya membaca kata "la ilaha illallah". Lalu haramnya di mana? Yang haram dan tidak boleh itu, menggelar tahilan namun untuk menjamu tamu dengan cara hutang. Itu yang tidak boleh.

Tapi kegiatan tahlilannya ya tidak ada masalah. Wong ngalap berkah, hormat kanjeng Nabi Muhammad dan memuji asma Allah masak haram? Haram gundulmu. (tb4).
Bagikan :

Tambahkan Komentar