Suteki (tengha) saat bersama pengasong khilafah
TABAYUNA.com - Profesor Suteki, SH, MHum guru besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) masih ngotot dengan sistem khilafah yang diasong HTI. Ia adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harusnya taat dan patuh pada UUD 1945, NKRI, Pancasila, tapi tetap menggelontorkan ide-ide khilafah lewat medsos.

Padahal HTI sendiri memang bubar-bar alias karena terbukti ingin mengganti Pancasila.


Sesuai rencana, pada hari ini, Rabu (23/5/2018) besuk Kamis (24/5/2018), beberapa dosen Undip termasuk Suteki sang pengasong khilafah akan disidang. 

Kepala UPT Humas dan Media Undip Semarang, Nuswantoro, mengatakan sidang etik tertutup berlangsung hari ini dan Rabu (23/5/2018) besok sehingga belum diketahui keputusan apa yang diambil

Sebelumnya, ia masih mendukung khilafah dan memberikan sebuah jawaban tentang khilafah seperti caption dan hasil penelusuran Tabayuna.com sampai Rabu (23/5/2018) di bawah ini:

Terkait dengan KHILAFAH, teman fb saya Pak Hadi Purnomo yang bertanya begini:
"Knp dinegara asalnya, khilafah tidak diterapkan? kalau kita mau menerapkan khilafah, apakah berarti kita merubah secara total sistem ketatanegaraan kita? apakah ini berarti kita memformat ulang bagaimana negara indonesia? ( konstitusi negara, sistem hukum, ekonomi dsb?"

Perlu hati-hati menjawabnya. Dengan segala keterbatasan saya, ini jawaban saya:

"1. Dulu sistem khilafah sudah diterapkan dan bila ditelusuri masa kekhalifahan mencapai ratusan tahun lamanya dgn variasi teknisnya. Tidak monoton. Bahkan tercatat selama 1300 tahun. Terakhir Kekhalifahan Utsmani 1924. Ini fakta sejarah.

2. Negara asalnya mana? Awal khulafaur rasyidin itu Madinah, berakhir di Turki. Pusat kekhalifahan tdk satu tempat. Jadi, umat Islam tanpa kekhalifahan bisa dihitung sejak 1924 hingga sekarang 2018. Selama 94 tahun vacum. Apakah akan bangkit lagi? Alloh dan Rasulnya yg menjaminnya. Ada hadits sahih. Percaya atau tidak? Ini menyangkut keyakinan kita kpd Alloh. 
Klo di negara asalnya tidak lagi dipakai, itu bukan berarti sistem kekhalifahan tidak baik, tetapi karena negara itu telah dicekoki dgn janji-janji sistem pemerintahan yg lain dan sbg akibat kekalahan perang dingin ( baik dulu waktu di Turki maupun sekarang). Demokrasi barat menjadi pilihan. Khilafah adalah bagian dari ajaran islam. Itu prinsip. Dan ajaran islam itu benar. Persoalan sekarang blm bisa diterapkan kembali, itu soal lain. Bisa jadi Quran pun ditinggalkan oleh bangsa Arab, tapi bkn berarti Quran itu buruk.

3. Oleh karena khilafah sbg sistem pemerintahan islam, maka begitu dipilih dgn sendirinya hrs ada perubahan fundamnental sistem pemerintahannya. Tentu ada masa peralihan. Itu wajar. Tetapi prinsip melindungi semua warga negara itu tetap dijunjung tinggi. Perlakuan adil bagi setiap pribadi. Hukum utama adalah hukum Islam. Bagi yg beragama lain tentu ada perjanjian khusus. Jadi konstitusi negara diganti, sistem hukumnya diganti, sistem ekonominya juga diganti disesuaikan dengan syariat islam.
Apakah itu mungkin?

KITA LIHAT PROTOTYPE ACEH meski blm sempurna. ACEH BISA bukan? Apakah semua penduduk aceh muslim? Bukan..!"

Lalu ditanyakan tentang risikonya:

"Seberapa besar resiko terjadinya konflik horizontal bila sistem khilafah diterapkan di negara kita? mengingat kita negara yg pluralisme( hkm, suku, ras, agama)?"

dan ini jawaban saya:

"Resiko itu pasti ada. Makanya ada tahap2 bgm menerapkan kembali sistem khilafah. Yg paling utama adalah MEMBANGUN KESADARAN UMAT terhadap pentingnya syariat islam dijalankan. Bila tdk ada kesadaran umat ya tentu tdk mungkin bisa diterapkan sistem khilafah. Lalu yg kedua, di samping dukungan umat adalah dukungan militer. Klo militer tdk ada dukungan ya tentu sangat sulit sistem khilafah dijalankan. Bgm dgn pluralitas kita? Dari zaman dulu mana ada sih masyarakat yg homogen? Ini fakta. Ketika khilafah tegak, masyarakat juga plural bukan? Ini fakta sejarah yg tdk bisa kita pungkiri."

Masih ada pertanyaan Pak Hadi Purnomo sbb:

"Mhn izin Prof, kalau begitu apakah Prof setuju dan ingin merubah NKRI dg negara Islam berdasarkan sistem Khilafah?"

Jawaban saya:

"Bukan kapasitas saya utk menyetujui atau tidak Pak Hadi. Itu semua tergantung pada kesadaran rakyat dan penguasa serta militernya. Saya setuju tapi rakyat yg lain serta penguasa maupun militernya tdk setujua ya percuma. Saya hanya pegang prinsip bahwa khilafah itu ajaran Islam sehingga mendakwahkannya bukanlah perbuatan melawan hukum. Itu prinsip saya. Nah, ketika dakwah itu mencapai pada tingkat kesadaran umat atau rakyat kemudian mereka secara suka rela ingin mengganti sistem pemerintahan ya itu sbg buah dari usaha membangun kesadaran. Tidak ada yg memaksakan mesti menerima sistem khilafah. Tidak ada. Tugas saya sbg muslim hanya menyampaikan bahwa KHILAFAH ITU BAGIAN DARI AJARAN ISLAM."

#dahgituaja#

Postingan di atas, ia tulis pada 2 Mei 2018 pukul 9.46 lewat akun Suteki dan kemudian dibagikan lagi oleh teman Facebooknya bernama Riski Ramdani pada 3 Mei 2018 pukul 13.51 WIB.

Guru besar yang juga mengajar mata kuliah Pancasila ini, memiliki dua akun Facebook. Pertama adalah bernama Suteki dan kedua bernama Suteki, Sh, Mhum, Dr dan akun ini sampai berita ini ditulis, akun ini yang masih aktif sampai 22 Mei 2018.

Sementara itu, Humas Undip, Nuswantoro juga membeberkan kepada awak media bahwa Suteki masih aktif mengajar.

"Iya masih mengajar," kata Kepala UPT Humas dan Media Undip Semarang, Nuswantoro saat dikonfirmasi, Selasa (22/5/2018).

Suteki pernah menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Perppu Ormas dan cukup sering mengungkapkan pikirannya lewat media sosial. Ia diganjar sidang pada hari ini, Rabu (23/5/2018) dan besuk Kamis (24/5/2018) sesuai keterangan dari Humas Undip.

Sangat ironis jika PNS, makan gaji, tunjangan, dan segala fasilitas dari negara ini, namun ia sendiri mengkhianatinya. Duh! (tb44/hms).

Bagikan :

Tambahkan Komentar