Nur Mahmudi Ismail. (Foto: Antara)
TABAYUNA.com - Penyidik Tipikor Polres Kota Depok menetapkan mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail tersangka tindak pidana korupsi proyek pengadaan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka Kelurahan Sukamaju baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.




Nur Mahmudi Ismail ini merupakan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pertama. Ia lahir di Kediri, Jawa Timur pada 11 November 1961. Dalam karirnya, ia merupakan politikus Indonesia dari Partai Keadilan (kini Partai Keadilan Sejahtera).

Selain Nur Mahmudi, dinukil dari Media Indonesia, Penyidik tipikor pun juga menetapkan mantan Sekretaris daerah (Sekda) Kota Depok Harry Prihanto sebagai tersangka.

Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Depok Ajun Komisaris Bambang P menjelaskan penetapan tersangka Nur Mahmudi dan Prihanto setelah menerima hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa barat turun dan terdapat kerugian negara.

“Terhitung Selasa ini (28/8/2018), Wali Kota Depok dua periode (2006-2011 dan 2011-2016) Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekdanya Harry Prihanto resmi tersangka korupsi proyek pengadaan lahan untuk pelebaran jalan Nangka, Kelurahan Sukamaju baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, “ ucap Bambang saat dimintai konfirmasinya oleh wartawan di Mapolresta Depok, Selasa (28/8/2018)..

Menurut Bambang untuk saat ini baru hanya Nur Mahmudi dan Prihanto yang resmi ditetapkan tersangka korupsi jalan Nangka. “ Baru dua orang itu, “ ujarnya.




Bambang belum bersedia membeber nilai kerugian negara dalam kasus proyek pengadaan lahan tersebut. Namun Bambang mengaku penetapan terhadap kedua mantan pejabat teras Kota Depok itu dikeluarkan setelah Polresta Depok secara resmi menerima hasil audit dari BPKP Jawa barat bahwa ada kerugian negara. “ Itulah dasar Polresta Depok menetapkan Nur Mahmudi dan Prihanto menjadi tersangka korupsi, “ jelasnya.

Kasus ini tengah bergulir di Tipikor Polreta Depok sejak Oktober 2017. Dari hasil penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan Januari 2018 serta setelah memeriksa 87 saksi status penyelidikan naik ke penyidikan. “Ketika dilakukan ekspos penaikan status kita belum mengekpos nama tersangka, “ bebernya.

Tak dibeberkannya tersangka ke publik, tambah Bambang, karena saat itu penyidik sedang meminta BPKP Jawa barat untuk melakukan audit dan melayangkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Kota Depok. “ Sekarang hasil audit BPKB sudah turun maka diekspos selanjutnya akan menentukan pemeriksaan tersangka,”jelas Bambang.

Dari informasi yang diperoleh Media Indonesia, Selasa (28/8) menyebutkan, proyek pengadaan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka, Kelurahan Sukamaju baru 2015 dengan nilai anggaran dari APBD sebesar Rp17 miliar merupakan proyek fiktif.

Dikatakan proyek fiktif, sebab akses jalan dengan panjang 500 meter lebar 6 meter tersebut sudah dibebaskan oleh pengembang yang sedang membangun Apartemen disana. “Pengembang Apartemen telah mengeluarkan dana pembebasan kepada 16 pemilik sertifikat dengan nilai sebesar Rp17 miliar, “ kata seorang sumber yang dipercaya .

Dia menyebut kasus korupsi ini akan menyeret sejumlah kalangan DPRD Kota Depok. Sebab, vairnya anggaran proyek pelebaran jalan Nangka tidak lepas dari peran DPRD. “ APBD sebesar Rp17 miliar bisa cair setelah adanya paripurna DPRD 2015, “ pungkasnya.

Kepala seksi Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok Edwin Kadarusman Sitompul mengatakan kasus pengadaan lahan untuk pelebaran jalan Nangka, Nur Mahmudi dan Prihanto menunjuk pihak Dinas PUPR Kota Depok sebagai perantara dan eksekutor pelepasan 16 sertifikat milik 16 warga RT 003 RW 01 Kelurahan Sukamaju baru, Tapos. “ Kami (PUPR) dijadikan benper oleh Nur Mahmudi dan Prihanto,“ ucapnya. (tb44/mi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar